Administrasi Bagi
Pembangunan
Oleh Drs. Salvador Pinto
Sisi pertama dari administrasi pembangunan adalah administrasi dari atau bagi pembangunan (administration
of development). Banyak cara pendekatan untuk mengkaji administrasi. Bisa dari segi komponennya, kegiatannya maupun prosesnya. Bisa juga menggunakan pendekatan yang relatif baru berkembang yaitu kebijaksanaan publik, seperti yang telah diuraikan di atas. Namun, untuk dasar pemahaman dapat digunakan pendekatan Waldo (1992), bahwa
kalau kita cerminkan administrasi untuk mencari wujudnya, maka ditemukan dua aspek, yaitu manajemen dan organisasi, sedangkan manajemen adalah fisiologinya. Organisasi
biasanya digambarkan sebagai wujud statis dan mengikuti pola tertentu, sedangkan manajemen adalah dinamis dan menunjukkan gerakan atau proses. Keduanya dapat digunakan untuk analisis administrasi.
Untuk membahas administrasi bagi pembangunan, Lebih tepat digunakan pendekatan manajemen. Karena itu pada dasarnya dapat dikatakan Bahwa masalah administrasi bagi pembangunan adalah masalah
manajemen pembangunan. Sedangkan untuk menerangkan pembangunan administrasi pada bab berikutnya akan digunakan pendekatan organisasi.
Studi
mengenai manajemen telah banyak mengilhami
perkembangan. Namun teori pokoknya tidak berubah, bahwa yaitu sekurang-kurangnya ada tiga kegiatan besar yang dilakukan oleh manajemen,
yakni perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan. Fungsi manajemen pada sistem administrasi
mana pun, baik di negara yang sedang membangun
maupun di negara maju, sama saja, yang berbeda
adalah penekanannya. Teknik atau metode
penyelenggaraannya juga dapat berbeda tergantung
pada pengaruh berbagai faktor, seperti sistem politik, latar belakang budaya, atau tingkat penguasaan teknologi.
Manajemen pembangunan adalah manajemen publik dengan ciri-ciri yang khas, seperti juga
administrasi pembangunan adalah administrasi
publik (negara) dengan kekhasan tertentu. Untuk analisis manajemen pembangunan dikenali beberapa fungsi yang cukup
nyata (district), yakni: (1) perencanaan, (2) pengerahan (mobilisasi) sumber daya, (3) pengerahan
(menggerakkan) partisipasi
masyarakat, (4) penganggaran, (5) pelaksanaan pembangunan yang ditangani langsung oleh pemerintah, (6) koordinasi, (7) pemantauan dan evaluasi dan
(8) pengawasan. Di bawah ini akan diuraikan lebih lanjut berbagai fungsi tersebut, dan dilengkapi dengan
(9) peran informasi yang amat penting
sebagai instrumen atau perangkat bagi manajemen.
Perencanaan
Perencanaan pembangunan merupakan tugas pokok dalam administrasi atau manajemen
pembangunan. Perencanaan diperlukan karena
kebutuhan pembangunan lebih besar daripada sumber
daya yang tersedia. Melalui perencanaan ingin
dirumuskan kegiatan pembangunan yang secara
efisien dan efektif dapat memberi hasil yang optimal dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada.
Pada dasarnya perencanaan sebagai fungsi Manajemen adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan, untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.
Perencanaan pembangunan pada umumnya harus memiliki, mengetahui dan memperhitungkan beberapa unsur pokok, yaitu:
(1)
tujuan akhir yang dikehendaki,
(2)
sasaran-sasaran
dan prioritas untuk mewujudkannya (yang
mencerminkan pemilihan dari berbagai alternatif),
(3)
jangka waktu
mencapai sasaran-sasaran tersebut,
(4)
masalah-masalah yang dihadapi,
(5)
modal atau sumber daya yang akan digunakan serta pengalokasiannya,
(6)
kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk melaksanakannya,
(7)
orang, organisasi, atau badan pelaksananya
(8)
mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaannya.
Untuk dapat melakukan
perencanaan dengan baik diperlukan informasi yang memadai, seperti
statistik. Oleh karena itu menjadi tugas manajemen pembangunan untuk mengupayakan
tersedianya informasi yang dibutuhkan dan mengembangkan metodologi
pengolahan informasi untuk memenuhi kebutuhan perencanaan.
Ada
berbagai sifat perencanaan, yang tergantung dari cara melihat atau
pendekatannya. Dari segi ruang lingkup tujuan dan sasarannya, perencanaan dapat
bersifat nasional, sektoral dan spasial. Terkait dengan itu, perencanaan dapat berupa
perencanaan agregatif atau komprehensif dan parsial. Dalam jangkauan dan hirarkinya,
ada perencanaan tingkat pusat dan tingkat daerah. Dari jangka
waktunya, perencanaan dapat bersifat jangka panjang, menengah, atau jangka pendek.
Dilihat dari arus informasi, perencanaan dapat bersifat dari atas ke bawah (top
down), dari bawah ke atas (bottom up), atau kedua-duanya. Dari segi ketetapan atau keluwesan
proyeksi ke depannya, perencanaan dapat
indikatif atau preskriptif.
Berdasarkan sistem politiknya, perencanaan dapat bersifat alokatif, inovatif dan radikal (Friedman, 1987). Sedangkan produk perencanaan dapat
berbentuk rencana (plan), kebijaksanaan,
peraturan, alokasi anggaran, program,
atau proyek.
Berbagai
bukti empiris, seperti jatuhnya sitem komunisme dan gejala globalisasi, menunjukkan
bahwa sistem ekonomi pasar lebih unggul daripada sistem lainnya, yang disebut centrally-planned
atau nonmarket economy. Dalam keadaan demikian
dengan sendirinya peran perencanaan dipersoalkan.
Dengan gagalnya sitem
perencanaan terpusat, atau sistem ekonomi komando, banyak pandangan yang berpendapat bahwa perencanaan tidak diperlukan. Mekanisme pasar
akan merupakan jalan yang terbaik karena
mengatur secara alamiah pengalokasian sumbersumber daya. Kegagalan perencanaan di berbagai negara berkembang seperti India, Afrika, dan Amerika
Latin di masa lalu, telah menyebabkan
adanya sikap skeptis di kalangan
sementara ahli mengenai efektifitas perencanaan ekonomi untuk membangun
negara berkembang (Bosworth dan Ofer, 1995;
Boettke, 1994).
Pada
dasarnya, kecenderungan yang umum adalah makin berkurangnya peran
pemerintah dalam kehidupan masyarakat terutama di Bidang ekonomi. Telah
banyak kepustakaan yang membahas soal ini. Selain itu, integrasi ekonomi
dan kemajuan teknologi informasi juga dipandang oleh para ahli akan membawa
konsekuensi terjadinya erosi terhadap kewenangan pemerintah dalam mengatur
ekonomi karena adanya kekuatan lain yang sulit dibendung. Ada yang
menyebutnya sebagai berakhirnya negara bangsa (nation-state) sebagai
konsep ekonomi (Ohmae, 1995), dan bahwa masa ini adalah masa senjanya konsep
kedaulatan suatu bangsa (Wriston, 1992). Oleh karena itu, peran negara
dan pemerintah dalam ekonomi dunia yang makin menyatu, telah dan akan menjadi
bahan telaah yang makin intensif lagi di masa depan, baik oleh para ahli
ilmu poltik, administrasi, ekonomi, maupun sosial.
Namun, pada umumnya para
ahli berpendapat bahwa dalam sistem ekonomi pasar pun perencanaan tetap diperlukan.
Osterfeld
(1992) antara lain menyatakan bahwa historically
there has been neither a pure market system nor a pure non-market system. Yet
every actual economy
has been some blend of the two. It could not be otherwise, for there are,
in fact, no other possibilities. Bahkan
Friedman (1987) lebih tegas lagi menyatakan bahwa even in a country like the United States, with its fervent dedication to the
principle of market retionality, may planning activities are undertaken at all the pertinent territorial levels.
Yang menjadi masalah
dan bahan kajian para ahli adalah menemukan dan mengembangkan model perencanaan yang
tepat. Tidak ada satu sistem perencanaan yang dapat diberlakukan untuk semua,
karena selain
peran lembaga-lembaga politik dan ekonomi yang umumnya dapat disusun model-model idealnya,
faktor budaya seperti dikatakan oleh Osterfeld (1992) dangat berpengaruh pula. Ia
lebih jauh menyatakan bahwa some markets may function best when left
unregulated, while satisfactory performance in others may require
regulation.
Dari
pengalaman negara-negara di Asia yang berhasil pembangunannya, memang dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan berperan besar dalam keberhasilan itu. misalnya Jepang, satu-satunya
negara industri yang memiliki lembaga
perencanaan, yaitu Economic
Planning Agency, yang dipimpin
oleh seorang menteri (meskipun
sebutannya adalah Direktur Jenderal). Lembaga
ini, yang ketika dilahirkan pada tahun 1946 bernama Economic Stabilization Board, sejak awal berperan mengarahkan perekonomian Jepang. Lembaga inilah yang membuat rencana komprehensif untuk
pemulihan kembali (recovery) Jepang (Kartasasmita, 1996d).
Negara-negara industri
baru, seperti Korea dan Taiwan,
juga memiliki lembaga-lembaga perencanaan yang
berperan besar dalam mengarahkan gerak pembangunan
ekonomi sehingga mengahasilkan kemajuan seperti yang dicapai sekarang.
Bank Dunia bahkan menunjukkan bahwa
keberhasilan pembangunan ekonomi di
negara-negara Asia Timur (termasuk Indonesia) antara lain disebabkan oleh adanya intervensi yang tepat dari pemerintahnya (World Bank, 1993).
Kegagalan perencanaan biasanya terjadi bukan karena adanya perencanaan itu sendiri, melainkan dapat bersumber pada berbagai sebab antara lain:
Pertama, penyusunan perencanaan tidak tepat, mungkin karena
informasinya kurang lengkap, metodologinya
belum dikuasai, atau perencanaannya sejak semula memang tidak realistis sehingga tidak mungkin pernah bisa terlaksana. Dalam hal terakhir ini, biasanya
pengaruh politis terlalu besar sehingga pertimbanganpertimbangan teknis
perencanaan diabaikan.
Kedua, perencanaannya
mungkin baik, tetapi pelaksanaannya tidak seperti
seharusnya. Dengan demikian, kegagalan terjadi
karena tidak berkaitnya perencanaan
dengan pelaksanaannya. Penyebabnya dapat karena
aparat pelaksana yang tidak siap atau tidak kompeten, tetapi dapat juga karena
rakyat tidak punya kesempatan berpartisipasi
sehingga tidak mendukungnya.
Ketiga, perencanaan
mengikuti paradigma yang ternyata tidak
sesuai dengan kondisi dan perkembangan serta
tidak dapat mengatasi masalah mendasar negara berkembang. Misalnya, orientasi
semata-mata pada pertumbuhan yang menyebabkan makin melebarnya kesenjangan. Dengan demikian, yang keliru bukan sematamata perencanaannya, tetapi falsafah atau konsep di balik perencanaan itu.
Keempat, karena perencanaan diartikan sebagai pengaturan total kehidupan manusia sampai yang paling kecil sekalipun. Perencanaan di sini tidak memberikan
kesempatan berkembangnya prakarsa individu dan pengembangan kapasitas serta potensi masyarakat secara penuh. Sistem ini
bertentangan dengan hukum penawaran dan permintaan
karena pemerintah mengatur semuanya. Perencanaan
seperti inilah yang disebut sebagai sistem perencanaan terpusat (centrally
planned system).
Sistem perencanaan yang berhasil diterapkan negara
yang telah terbukti kemajuannya, seperti Jepang dan
negara-negara industri baru, adalah sistem perencanaan
yang mendorong berkembangnya mekanisme pasar
dan peran serta masyarakat. Dalam sistem itu perencanaan dilakukan dengan menentukan sasaransasaran secara garis besar, baik di bidang sosial
maupun ekonomi, dan pelaku utamanya
adalah masyarakat dan usaha swasta.
Gharajedaghi bekerja sama dengan Ackoff (1986) menunjukkan perencanaan ideal yang disebutnya sebagai interactive planning, yang memenuhi tiga prinsip, yaitu prinsip partisipatif, kesinambungan dan holistik. Prinsip partisipatif menunjukkan bahwa rakyat atau masyarakat yang akan diuntungkan oleh (atau memperoleh manfaat dari) perencanaan harus turut serta dalam prosesnya.
Dengan
kata lain masyarakat menikmati faedah perencanaan
bukan semata-mata dari hasil (product) perencanaan, tetapi dari keikutsertaan dalam prosesnya. Prinsip kesinambungan menunjukkan bahwa perencanaan tidak hanya berhenti pada satu tahap; tetapi harus
berlanjut sehingga menjamin adanya kemajuan terus-menerus dalam kesejahteraan, dan jangan sampai terjadi kemunduran (relapse). Juga
diartikan perlunya evaluasi dan pengawasan
dalam pelaksanaannya sehingga secara terusmenerus dapat diadakan koreksi dan perbaikan selama perencanaan dijalankan. Prinsip holistik
menunjukkan bahwa masalah dalam
perencanaan dan pelaksanaannya tidak
dapat hanya dilihat dari satu sisi (atau sektor) tetapi harus dilihat dari berbagai aspek, dan dalam
keutuhan konsep secara keseluruhan.
Dalam konsep tersebut, sistem yang dikehendaki (ideal) selain harus
mencakup hal-hal di atas, juga mengandung
sistem yang dapat berkembang (a learning and adaptive system) serta terbuka dan demokratis, yang disebutnya
sebagai a pluralistic social setting.
Sebagai kesimpulan, perencanaan dapat dilakukan dan bahkan diperlukan untuk pembangunan, dengan memenuhi syarat sebagai berikut:
(1)
bersifat garis
besar dan indikatif,
(2)
mengendalikan dan
mengarahkan investasi pemerintah yang mendorong
meningkatnya usaha masyarakat swasta,
(3)
mendorong
bekerjanya pasar,
(4)
mengikutsertakan
masyarakat dalam prosesnya,
(5)
memajukan
golongan masyarakat (dan wilayah) yang
dengan ekonomi pasar saja tidak mungkin berkembang
atau bersaing dalam memperoleh akses faktor-faktor
produksi.
Pengerahan Sumber Daya
Dengan perencanaan yang telah tersusun, langkah berikutnya dalam manajemen pembangunan adalah memobilisasi sumber daya yang diperlukan. Sumber daya pembangunan tersebut pada pokoknya berupa dana (modal), sumber daya manusia, teknologi, dan organisasi atau kelembagaan.
Mobilisasi Dana Pembangunan
Dana pembangunan
bersumber dari pemerintah dan masyarakat.
Manajemen pembangunan bertugas memobilisasi
dana pembangunan yang dapat dihasilkan dari
kegiatan pemerintah seperti pajak dan penerimaan lain di luar pajak dan
tabungan masyarakat. Jika tabungan pemerintah
dan tabungan masyarakat tidak memadai untuk mencapai sasaran pembangunan yang diinginkan, maka diupayakan sumber
dana pembangunan dari luar negeri, dengan syarat yang paling menguntungkan.
Tugas manajemen pembangunan pula untuk merangsang berkembangnya investasi masyarakat, yang bersumber dari dalam dan luar negeri. Upaya itu tertuang dalam
berbagai kebijaksanaan ekonomi, seperti kebijaksanaan fiskal dan moneter,
perizinan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan
lain di bidang perdagangan, industri,
dan investasi pada umumnya.
Manajemen pembangunan bertugas pula memelihara stabilitas agar
pembangunan dapat menghasilkan peningkatan
kesejahteraan yang nyata, dan agar
masyarakat memiliki kepercayaan pada perekonomian
nasional, sehingga dapat menciptakan iklim investasi yang baik.
Penyiapan Sumber Daya Manusia
Kelemahan negara berkembang dalam menyelenggarakan
pembangunan terutama terletak pada sumber
daya manusia, ada kalanya pada kuantitas, tetapi pada umumnya adalah pada kualitasnya. Oleh karena itu, menjadi tugas manajemen pembangunan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang dapat memenuhi
kebutuhan pembangunan berupa tenaga
kerja yang berkualitas, yakni tenaga
kerja yang kreatif, produktif, memiliki disiplin dan etos kerja, serta
mampu mengembangkan potensi dan memanfaatkan
peluang (enterprising).
Upaya ke arah itu meliputi kegiatan di hampir semua bidang pembangunan, terutama: (1) pendidikan dan pelatihan, (2) ilmu pengetahuan dan teknologi, (3) kesehatan, (4) kependudukan, dan (5) agama dan budaya.
Pemanfaatan Teknologi
Setiap upaya pembangunan memerlukan teknologi yang tepat. Makin tinggi taraf perkembangan sebagai hasil pembangunan, makin canggih dan beragam teknologi yang dibutuhkan. Dalam kenyataannya, tidak semua teknologi sudah tersedia atau telah dikuasai oleh negara berkembang.
Oleh karena itu, pembangunan memerlukan alih
teknologi dari negara maju ke negara
berkembang. Langkah berikutnya yakni mengembangkan kemampuan teknologi di dalam
negeri. Sasarannya adalah mengembangkan kemandirian
teknologi, dalam arti kebutuhan teknologi yang mendasar harus dapat dipenuhi sendiri.
Dalam kaitan ini, manajemen pembangunan bertugas mendorong diperolehnya teknologi yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan secara efektif
dan efisien. Dalam mengembangkan teknologi, manajemen pembangunan perlu memperhatikan kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Kondisi sosial ekonomi turut menentukan dalam pemilihan jenis
teknologi padat modal, atau di antaranya, atau gabungan keduanya. Kondisi sosial budaya turut menentukan proses transformasi penguasaan teknologi dari pengguna menjadi penghasil teknologi.
Penguatan Kelembagaan
Salah satu kelemahan dalam administrasi di negara berkembang
adalah unsur kelembagaan, padahal pembangunan
memerlukan dukungan kelembagaan. Kelembagaan yang tercipta di negara berkembang
pada umumnya adalah kelembagaan tradisional atau warisan penjajahan.
Pembangunan sebagai kegiatan yang kompleks, yang meliputi berbagai disiplin, sektor, kepentingan, dan kegiatan, memerlukan lembaga-lembaga yang mampu menampung,
menyalurkan, dan mengatasi, serta mensinergikan
berbagai aspek tersebut.
Kelembagaan dalam hal ini mengandung arti luas, yaitu dapat berupa organisasi-organisasi formal seperti diartikan oleh Esman (1971), antara lain birokrasi, dunia usaha, partai-partai politik, tetapi juga dapat berupa lembaga ekonomi seperti pasar, lembaga-lembaga hukum, dan sebagainya.
Menjadi tugas menajemen pembangunan untuk membangun dan mempersiapkan lembaga yang dibutuhkan agar upaya pembangunan dapat berhasil mencapai sasarannya. Pertama-tamanya tentunya organisasi pemerintah perlu dibangun agar dapat berfungsi sebagai alat pembangunan (mengenai hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam Bab berikutnya). Selain itu, juga harus
dibangun lembaga-lembaga sosial ekonomi dan sosial politik masyarakat, agar pembangunan dapat berlangsung efisien dan memperoleh partisipasi yang seluas-luasnya dari masyarakat, dan dilakukan dengan derajat rasionalitas
yang tinggi.
Menggerakkan Partisipasi Masyarakat
Pada tahap awal pembangunan, peranan pemerintah biasanya besar. Kegiatan pembangunan sebagian besar adalah usaha pemerintah. Bahkan di negara yang faham sosialisme yang murni, seluruh kegiatan pembangunan adalah tanggung jawab pemerintah. Namun, dalam keadaan negara berperan besar sekali pun, partisipasi masyarakat diperlukan untuk menjamin
berhasilnya pembangunan.
Studi empiris banyak menunjukkan banyak menunjukkan
kegagalan pembangunan, atau pembangunan tidak mencapai sasaran, karena kurangnya partisipasi rakyat. Bahkan banyak kasus menunjukkan rakyat menentang upaya pembangunan. Keadaan itu dapat
terjadi karena beberapa sebab, antara
lain:
(1)
pembangunan hanya
menguntungkan segolongan kecil dan tidak menguntungkan
rakyat banyak, bahkan pada sisi ekstrim
dirasakan merugikan,
(2)
pembangunan
meskipun dimaksudkan untuk menguntungkan
rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud
itu,
(3)
pembangunan
dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat, dan rakyat memahaminya, tapi
cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan
pemahaman itu,
(4)
pembangunan
dipahami akan menguntungkan rakyat, tetapi sejak
semula rakyat tidak diikutsertakan.
Oleh karena itu, menjadi tugas manajemen pembangunan untuk menjamin bahwa pembangunan: (1) harus menggunakan rakyat, (2) harus dipahami
maksudnya oleh rakyat, (3) harus
mengikutsertakan rakyat dalam pelaksanaannya, dan (4) dilaksanakan sesuai
dengan maksudnya, secara jujur, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menggerakkan partisipasi masyarakat bukan hanya esensial untuk mendukung kegiatan pembangunan yang digerakkan oleh pemerintah, tetapi juga agar
masyarakat berperan lebih besar dalam kegiatan yang dilakukannya sendiri.
Dengan demikian, menjadi tugas penting manajemen pembangunan untuk membimbing, menggerakkan, dan menciptakan iklim yang mendukung
kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat. Upaya itu dilakukan melalui kebijaksanaan,
peraturan, serta kegiatan
pembangunan pemerintah yang diarahkan untuk
menunjang, merangsang, dan membuka jalan bagi kegiatan pembangunan masyarakat. Dalam rangka ini, berkembang konsep pemberdayaan masyarakat
yang pada hakikatnya memampukan dan
memandirikan masyarakat.
Penganggaran
Penganggaran merupakan salah satu kegiatan utama setiap manajemen. Penganggaran sangat erat kaitannya
dengan perencanaan, karena pada prinsipnya penganggaran merupakan rencana pembiayaan yang disusun untuk kurun waktu yang telah ditentukan. Dengan demikian, dalam
perencanaan tercakup penganggaran, dan sebaliknya
penganggaran dimulai dengan perencanaan. Sistem penganggaran pertama kali
dikembangkan pada tahun 1822 di Inggris.
Rubin (1992) menyatakan bahwa anggaran menghubungkan
tugas (tasks) yang akan dilakukan dengan jumlah sumber daya yang
diperlukan untuk melaksanakannya. Anggaran
membatasi pengeluaran sepadan dengan
penerimaan, menjaga keseimbangan, dan mencegah
pengeluaran yang berlebihan di atas batas kemampuan.
Dalam anggaran negara ada kaitan yang erat antara rakyat sebagai pembayar pajak dengan pemerintah sebagai pengguna dana yang bersumber dari rakyat. Falsafah
anggaran suatu negara mencerminkan sistem politiknya, atau secara lebih terang
di mana terletak kekuasaan atau kedaulatan. Dalam sistem politik yang demokratis, kekuasaan rakyat (melalui wakil-wakilnya) menentukan kebijaksanaan anggaran. Dalam sistem tersebut, anggaran ditetapkan dengan UU, yakni atas usul pemerintah dan disetujui lembaga perwakilan rakyat.
Oleh karena itu, seperti dikatakan Rubin (1992), anggaran negara memiliki
selain aspek teknis juga aspekaspek politis. Selain itu, anggaran negara
sangat terbuka terhadap lingkungan, dalam arti
dipengaruhi oleh ekonomi, opini publik,
berbagai tingkat pemerintahan, kelompokkelompok kepentingan, pers dan kaum
politisi.
Anggaran pada dasarnya terdiri dari penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan negara dapat bersumber dari pajak dan penerimaan lain di luar pajak. Jika penerimaan negara tidak mencukupi untuk membiayai kegiatan yang ingin dilakukan, negara dapat melakukan pinjaman, pinjaman
tersebut berasal dari dalam dan luar negeri.
Sisi
pengeluaran dari anggaran negara dapat dibagi dua yaitu :
Pertama, anggaran rutin, yakni anggaran yang diperlukan untuk biaya rutin pemerintah, seperti gaji pegawai, belanja barang rutin, dan sebagainya. Jika negara
ada hutang, maka pelunasan cicilan seringkali dimasukkan ke dalam belanja rutin.
Kedua, anggaran pembangunan, yakni dana yang
tersedia untuk membiayai kegiatan pembangunan yang
direncanakan. Anggaran pembangunan terdiri dari dana
yang bersumber dari penerimaan dalam negeri
dikurangi belanja rutin yang disebut juga sebagai tabungan pemerintah, dan bantuan luar negeri berupa pinjaman atau hibah. Pinjaman luar negeri dapat berbentuk bantuan program dan bantuan proyek. Bantuan program biasanya adalah dana luar negeri yang dapat digunakan di dalam
negeri, dan umumnya terkait dengan upaya memperkuat
neraca pembayaran atau cadangan devisa. Bantuan proyek adalah bantuan luar
negeri yang terkait dengan proyek
pembangunan yang akan dibiayai dengan bantuan
tersebut.
Bantuan hibah umumnya diberikan dalam bentuk bantuan teknik, meskipun adapula yang diberikan untuk
membangun proyek secara keseluruhan. Bantuan teknik biasanya untuk membantu pembangunan kelembagaan, pendidikan, bantuan
tenaga ahli atau peralatan.
Anggaran negara dapat menempuh prinsip anggaran berimbang, yakni pengeluaran tidak melampaui
penerimaan, dan perbedaannya ditutup dengan pinjaman.
Pinjaman tersebut dapat berjangka pendek atau berjangka
panjang. Pinjaman dapat berupa langsung kepada
lembaga penyandang dana seperti bank, atau
kepada masyarakat, misalnya melalui penjualan
obligasi (bonds).
Dalam kaitan dengan anggaran ini, salah satu tugas manajemen pembangunan adalah mengalokasikan anggaran sesuai dengan prioritas dan menjaga agar dana pembangunan digunakan dengan sebaik-baiknya, yaitu sesuai rencana, hemat, serta mencegah pemborosandan kebocoran. Dalam hal ini, perhatian utama diberikan pada pengalokasian anggaran pembangunan untuk membiayai kegiatan yang merupakan bagian dari upaya pembangunan yang direncanakan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kegiatan penganggaran merupakan sisi lain atau
kelanjutan dari perencanaan pembangunan. Anggaran pembangunan
dialokasikan pada proyek-proyek pembangunan
berdasarkan program dan sektor-sektor pembangunan
yang mendapat prioritas dalam perencanaan.
Dalam teori anggaran ada berbagai format dan teknik anggaran. Dari segi format, Rubin menunjukkan beberapa format yaitu constant services budget, line
item budget, program budget, performance
budget,zero based budget, dan
target based budget. Sedangkan dari segi
teknik, berbagai teknik berkembang untuk menjamin keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran, yaitu planning, programming and budgeting system (PPBS). Selain itu,
melalui management by objectives (MBO) diupayakan pula keterkaitan antara sasaran yang hendak dicapai dengan
anggaran. program, serta dengan proyek-proyek
lain yang berada dalam program yang sama.
Dalam pelaksanaannya, proyek dapat dilakukan
sendiri oleh badan pemerintah, baik oleh pemilik proyek maupun badan pemerintah lain, baik di tingkat pusat maupun daerah dalam hal ada otonomi atau desentralisasi. Untuk itu perlu ada mobilisasi tenaga serta kesiapan lembaga pemerintah yang akan melaksanakannya.
Proyek dapat pula dilaksanakan oleh badan lain di luar pemerintah biasanya perusahaan swasta, baik asing maupun dalam negeri atau campuran. Badan tersebut dapat ditunjuk langsung atau dapat dipilih melalui pelelangan.
Pelelangan biasanya cara terbaik, karena dalam pelelangan ada persaingan
yang sehat yang menguntungkan baik secara
teknis maupun dari segi biaya. Selain itu, pengadaan barang dan jasa untuk proyek pembangunan ini merupakan bagian
yang peka dan rawan terhadap tindakan penyelewengan. Oleh karena itu,
keterbukaan dan kebertanggungjawaban
diperlukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan, pemborosan, dan kebocoran.
Dalam kaitan dengan pelaksanaan pembangunan oleh pemerintah seperti dijelaskan di atas, adalah tugas manajemen pembangunan untuk menjamin bahwa proyekproyek pembangunan yang secara fisik dilaksanakan atau dibiayai oleh anggaran pemerintah, berjalan seperti yang dikehendaki dan mencapai sasaran seperti yang
direncanakan, dengan cara yang seefisien mungkin.
Pelaksanaan Pembangunan
Banyak kegiatan pembangunan yang harus dilakukan
oleh pemerintah, setidak-tidaknya pada tahap awal pembangunan. Yang paling utama adalah pembangunan prasarana dasar,
baik prasarana ekonomi maupun
sosial. Prasarana ekonomi meliputi perhubungan dan transportasi, energi, irigasi, dan sebagainya. Prasarana sosial mencakup prasarana pendidikan seperti
sekolahsekolah dan prasarana
kesehatan seperti rumah sakit. Di samping prasarana fisik, pemerintah
juga perlu memperhatikan pembangunan
lembaga-lembaga sosial, baik lembaga
politik, hukum, budaya, maupun ekonomi.
Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah biasanya dituangkan dalam
mekanisme proyek-proyek pembangunan. Proyek-proyek pembangunan
harus memuat dengan jelas tujuannya (objective),
sasaran yang akan dicapai (target), cara mengukur keberhasilannya (performance evaluation), jangka waktu pelaksanaannya, tempat pelaksanaannya, cara melaksanakan,
kebijaksanaan untuk menjamin proyek
itu dapat dilaksanakan, biaya serta tenaga yang diperlukan, dan badan
yang akan melaksanakannya. Apabila proyek
itu merupakan bagian dari kegiatan
yang lebih besar, biasanya disebut program, harus jelas keterkaitan proyek dengan tujuan dan sasaran.
Koordinasi merupakan salah satu fungsi pokok dari manajemen. Koordinasi adalah pekerjaan sehari-hari dan setiap hari dari manajemen. Koordinasi selalu diperlukan dalam organisasi yang besar dan kompleks, serta dalam kehidupan modern, karena dalam berbagai kegiatan untuk suatu tujuan, atau yang berlainan tujuan, selalu ada hal-hal yang saling berkaitan. Dengan koordinasi
diupayakan agar pembangunan yang dilaksanakan
dalam berbagai sektor dan oleh berbagai badan serta di berbagai daerah berjalan serasi dan menghasilkan sinergi.
Koordinasi merupakan jawaban terhadap kebutuhan
desentralisasi. Dalam perkembangan masyarakat dan upaya pembangunan yang makin kompleks, pengendalian yang serba terpusat sudah
tidak dimungkinkan lagi untuk
menjamin efisiensi dan efektivitas pelayanan masyarakat dan pembangunan. Namun,
karena pada dasarnya ada kecenderungan divergensi dalam organisasi yang
terpisah, maka diperlukan koordinasi sebagai alternatif terhadap sentralisasi. Koordinasi merupakan pekerjaan yang
tidak mudah, dan merupakan tugas manajemen pembangunan untuk menjamin bahwa segala usaha pembangunan berjalan dalam arah yang sesuai dan menuju pada pencapaian sasaran.
Koordinasi dengan demikian merupakan upaya untuk menghasilkan pembangunan yang efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran secara optimal.
Pemantauan dan Evaluasi
Pelaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah
dan masyarakat harus dipantau terus-menerus dan dievaluasi perkembangannya. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa jauh pembangunan telah dilaksanakan dan bagaimana hasilnya diukur dengan sasaran yang ingin dicapai. Atas dasar hasil
evaluasi dapat diambil
langkah-langkah agar pelaksanaan pembangunan selanjutnya menunjang dan tidak merugikan upaya pembangunan secara keseluruhan. Dengan demikian, tujuan dan sasaran pembangunan secara maksimal
dapat tetap tercapai.
Pemantauan diperlukan pula agar pelaksanaan pembangunan yang bergeser dari rencana dapat diketahui secara dini dan diambil langkah-langkah yang sesuai. Pergeseran
itu dapat berupa (1) sasaran yang tidak tercapai,
(2) sasaran terlampaui, dan (3) ada peralihan dari sasaran satu ke sasaran lain.
Pelaksanaan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana dapat disebabkan antara lain oleh:
(1)
ada hambatan yang
tidak diketahui atau diperhitungkan pada waktu
perencanaan,
(2)
ada perkembangan
keadaan yang tidak dapat diantisipasi pada tahap
perencanaan,
(3)
realisasi dari
perkiraan yang berbeda dari perencanaan, atau
karena
(4)
perencanaannya
yang keliru.
Oleh karena itu, menjadi tugas manajemen pembangunan
untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan
pembangunan, serta mengambil langkahlangkah
apabila dari hasil pemantauan diperlukan pemecahan
masalah atau perubahan (revisi) pada upaya pembangunan yang
direncanakan.
Dalam rangka evaluasi, dikenal adanya evaluasi kinerja (performance
evaluation) yang dapat memberikan informasi tidak hanya menyangkut input dan outputtetapi lebih jauh lagi menyangkut hasil (result) dan manfaat (benefit), termasuk pula
dampaknya. Pelaksanaan evaluasi tersebut perlu dilakukan secara sistematis dan
melembaga. Dengan demikian diharapkan
pelaksanaan rencana dan program-program pembangunan mengarah pada terwujudnya sasaran yang telah ditetapkan, yaitu dicapainya hasil yang optimal dari setiap investasi yang
dilakukan, tercapainya efisiensi, dan peningkatan produktivitas dalam pengelolaan sumber daya, serta peningkatan kualitas produk dan jasa yang ingin dihasilkan.
Evaluasi kinerja pembangunan dapat dilaksanakan pada setiap tahap, yakni pada tahap proyek sedang berjalan (on going evaluation), tahap proyek selesai dibangun (terminal
evaluation), dan pada tahap proyek yang sudah berfungsi (expost
evaluation) untuk dijadikan bahan masukan ke dalam siklus manajemen proyek. Input terkait dengan sumber daya yang tersedia, misalnya jumlah dana yang dialokasikan, sumber daya manusia yang tersedia,
teknologi, sumber daya alam, dan lain-lainnya, yang merupakan masukan untuk
terselenggaranya proyek pembangunan. Output
merupakan hasil keluaran dari proses input yang tersedia. Effect (outcome/result) merupakan hasil/fungsi dari output sedangkan impact/benefit
merupakan konstribusi hasil effect(outcome/result)
terhadap kondisi yang lebih makro, seperti kesejahteraan masyarakat, perkembangan ekonomi sektoral, daerah, dan nasional. Dalam pelaksanaannya, evaluasi kinerja menempuh dua cara yaitu (1) menetapkan indikator-indikator kinerja, dan (2) melaksanakan studi evaluasi kinerja. Kedua cara tersebut dalam pelaksanaan evaluasi kinerja saling terkait.
Evaluasi kinerja bukanlah audit, riset atau inspeksi, karena evaluasi kinerja sangat berorientasi pada
hasil akhir termasuk dampaknya. Evaluasi kinerja
tidak begitu menekankan pada proses seperti
audit, yang menekankan pada compliance terhadap rulles and regulations.
Dalam melaksanakan studi evaluasi
kinerja informasi indikator kinerja yang sudah ada akan menjadi bahan
dasar dalam melakukan evaluasi maupun pengembangan
indikator kinerja selanjutnya.
Pengawasan Pelaksanaan Pembangunan
Pemantauan dan pengawasan pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan yang memiliki obyek
yang sama, yakni mengikuti perkembangan pelaksanaan pembangunan agar senantiasa sesuai
dengan rencana. Dalam banyak literatur, kedua kegiatan itu tidak dipisahkan. Tapi dalam pembahasan ini dilakukan pemisahan untuk menunjukkan adanya dua kegiatan yang serupa tetapi tidak harus selalu sama, atau masing-masing dilakukan oleh lembaga atau unit organisasi yang berbeda.
Menurut Steiss (1982), salah satu fungsi pengawasan adalah meningkatkan kebertanggungjawaban (accountability) dan keterbukaan (transparancy) sektor publik.
Pengawasan pada dasarnya berfungsi menekankan langkah-langkah pembenahan atau koreksi (corrective actions) jika dalam suatu kegiatan terjadi kesalahan atau perbedaan dari tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan (Fayol, 1949; Jerome, 1961; Koonts dan O’Donnell, 1968).
Langkah-langkah pembenahan dari fungsi pengawasan sering kali lebih dititik
beratkan pada penanganan sumber-sumber dana (financial resources) agar sesuai dengan peraturan yang berlaku dan
untuk lebih meningkatkan efektivitas
dan efisiensi kegiatan secara menyeluruh (Anthony, 1965).
Mockler (1972) menyatakan bahwa langkahlangkah pengawasan seyogyanya lebih ditekankan pada hal-hal yang positif dan bersifat pencegahan. Untuk itu pengawasan memerlukan suatu standar kinerja atau indikator yang dapat digunakan sebagai pembanding atau referensi dari kinerja aktualnya. Penentuan standar
kinerja bagi pengawasan ini membutuhkan
masukan dan peran serta para pelaksana di
lapangan sehingga dapat dihasilkan suatu standar
yang realistik dan akurat. Dengan dasar argumen yang sama, Literer (1973) juga
menyarankan penggunaan standar kinerja sebagai
kerangka acuan (frame of reference) kegiatan.
Pelaksanaan pembangunan pada hakikatnya melibatkan tiga faktor, yaitu (a) manusia dengan beragam perilakunya, (b) faktor dana yang tergantung pada
kemampuan keuangan negara, dan (c) faktor alam yang sulit
diramalkan. Oleh karena itu penyimpanganpenyimpangan
dalam melaksanakan pembangunan mungkin
saja dapat terjadi. Dalam hal ini pengawasan perlu dilakukan sehingga penyimpangan secara lebih dini dapat segera diketahui, guna menghindari kerugian
yang lebih besar.
Keberhasilan sebuah rencana biasa diukur menurut tingkat penyimpangan antara yang telah direncanakan dan apa
yang dicapai, baik dari sudut pencapaian sasaran, waktu, manfaat, maupun aturannya.
Pengawasan pelaksanaan pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan untuk mengikuti perkembangan
pelaksanaan pembangunan dan menindaklanjuti
agar kegiatan pembangunan senantiasa sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
Dalam pengertian ini pengawasan termasuk pula mengarahkan dan mengkoordinasikan antar kegiatan dalam pelaksanaan
proyek-proyek agar pemborosan dan
penyelewengan dapat dicegah. Dengan
demikian, kegiatan pengawasan harus bersifat
obyektif, serta dapat mengungkapkan fakta-fakta tentang pelaksanaan suatu pekerjaan. Sifat obyektif ini meliputi unsur teknis dan administratif. Obyektif
secara teknis misalnya, apakah
pekerjaan bangunan beton telah mengikuti
spesifikasi teknis dan prosedur pekerjaan yang telah ditentukan; sedangkan obyektif secara administratif misalnya, apakah suatu pekerjaan telah mengikuti
prosedur administratif yang baik dan
benar sesuai peraturan yang berlaku.
Pengawasan bukan merupakan suatu tujuan, melainkan sarana untuk meningkatkan efisiensi dalam melaksanakan kegiatan. Di dalamnya termasuk unsur pencegahan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, kegiatan pengawasan tidak hanya dilakukan dalam tahap pelaksanaan. Artinya aspek pengawasan telah masuk selagi proyek-proyek
pembangunan masih dalam tahap perencanaan.
Kegiatan pengawasan bukan semata-mata mencari siapa yang bersalah, tetapi apa yang salah dan mengapa kesalahan itu terjadi. Sehingga dalam kegiatan pengawasan
ada unsur membimbing dan mendidik terhadap
pelaksana pembangunan untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalismenya.
Pengawasan merupakan unsur yang pokok bagi setiap manajemen, termasuk manajemen pembangunan. Dalam sistem administrasi negara, pengawasan ada hirarkinya,sesuai dengan tingkatan dan ruang lingkupnya. Pengawasan bersifat berjenjang dan dapat dilakukan sebagai bagian dari kegiatan yang organik dari dalam dan dari luar. Oleh karena itu, dikenal adanya pengawasan
internal dan eksternal.
Johnson, Kast, dan Rosenzweig (1973) membagi sistem pengawasan ke dalam: (1) pengawasan organisasional dan (2) pengawasan operasional. Pengawasan organisasional adalah sistem pengawasan umum yang menilai kinerja keseluruhan dari suatu kegiatan di dalam organisasi. Standar pengukuran yang lazim digunakan bagi pengawasan jenis ini adalah pengukuran efektivitas (measurement of effectiveness) dari
kegiatan tersebut. Dari hasil pengukuran
effektivitas tersebut, umpan balik yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi tujuan dan sasaran, merumuskan perencanaan tahap berikutnya, serta memperbaiki petunjuk pelaksanaan kegiatan (standard operating procedures).
Sedangkan pengawasan operasional adalah sistem pengawasan
yang digunakan untuk mengukur kinerja harian
suatu kegiatan dan memberikan langkah-langkah koreksi langsung (immediate
corrective actions).
Johnson, Kast, dan Rosenzweig (1973) juga menguraikan
fungsi pengawasan dengan mengidentifikasikan
empat unsur pokok pengawasan. Unsur-unsur tersebut meliputi: (1) penentuan
standar kinerja, (2) perumusan
instrumen pengawasan yang dapat dipergunakan dalam mengukur kinerja suatu kegiatan,
(3) pembandingan hasil aktual dengan
kinerja yang diharapkan, dan (4)
pengambilan langkah-langkah pembenahan atau koreksi.
Dalam konsep pengawasan ada unsur yang mengawasi dan diawasi. Di sini,
selain kriteria pelaksanaan (proyek) pembangunan yang ditetapkan dalam rancangannya (project design), terlihat
pula segi penegakan norma-norma etika. Misalnya, sasaran tidak tercapai apakah karena keadaan yang berubah dari
semula, karena kelalaian pelaksanaan
atau ada unsur kesengajaan untuk
keuntungan pelakunya. Pengawasan dengan demikian mengandung makna penegakan
hukum dan disiplin. Pengawasan dapat
menghasilkan keputusan untuk melakukan
koreksi dan perbaikan dalam penyelenggaraan pembangunan, dan dapat pula
menghasilkan sanksi sesuai hukum yang
berlaku.
Fungsi pengawasan tidak berdiri sendiri. Kast dan
Rosenzweig (1979), Albanese (1975), dan Gannon (1977) menekankan pentingnya hubungan perencanaan dan pengawasan. Perencanaan memberikan kerangka acuan bagi proses pengawasan, dan hasil dari pengawasan seperti juga pemantauan merupakan umpan balik bagi proses
perencanaan dan pelaksanaan pada tahap berikutnya.
Karakteristik perencanaan juga mempengaruhi proses
pengawasan. Perencanaan tentang suatu permasalahan
yang kompleks dan bersifat multisektoral, misalnya, memiliki lebih banyak stakeholders.
Sehingga sistem pengawasan yang dibutuhkan,
selain dapat mengawasi kegiatan-kegiatan yang
lazim dilakukan dalam suatu kegiatan, juga dapat
membantu melancarkan koordinasi antarsektor.
Demikian pula perencanaan jangka panjang
membutuhkan aplikasi pengawasan yang berbeda dengan perencanaan jangka menengah dan jangka pendek.
Suatu pengawasan yang efektif membutuhkan tidak saja norma-norma etika tetapi juga sistem informasi yang memadai. Kebutuhan informasi menjadi sangat penting artinya untuk menilai situasi dan kondisi yang melingkupi suatu isu dan mengevaluasi alternatif langkahlangkah selanjutnya.
Sistem Informasi dalam Manajemen Pembangunan
Ketersediaan data/informasi yang lengkap dan akurat sangat diperlukan dalam manajemen pembangunan, bahkan menjadi modal pokok dalam perencanaan, sehingga perlu dikelola secara baik. Untuk itu, keberadaan
sistem informasi yang andal menjadi kebutuhan mutlak
dalam mendukung upaya pembangunan, dan berperan dalam strategi penyelenggaraan pembangunan.
Sistem informasi merupakan instrumen atau faktor yang penting dalam seluruh kegiatan manajemen, seperti proses perencanaan, penganggaran, pemantauan, dan pengawasan pelaksanaan pembangunan, dalam menunjang upaya
meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas
dalam pembangunan.
Perubahan tatanan dunia yang cepat dan arus
informasi yang makin pesat dengan berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi, serta persaingan antarbangsa yang makin ketat, menimbulakan tantangan dan peluang baru, yang menuntut ketepatan dan kecepatan dalam mengantisipasi berbagai perubahan dan dalam proses
pengambilan keputusan. Dengan demikian, penyelenggaraan pembangunan perlu
didukung oleh sistem informasi yang handal.
Tanpa sistem informasi yang handal, sulit untuk melakukan penyusunan rencana
yang efektif dan terpadu, serta melakukan pengendalian pembangunan. Oleh karena itu, sistem informasi
harus menjadi bagian integral dalam
administrasi pembangunan.
Sistem informasi merupakan suatu kesatuan tatanan yang terdiri atas organisasi, manajemen/prosedur, teknologi, himpunan data, dan sumber daya manusia yang bertugas menghasilkan dan menyampaikan informasi secara cepat, tepat, lengkap dan akurat untuk mendukung berbagai fungsi manajemen dalam mewujudkan sasaran yang dikehendaki. Sistem informasi sangat diperlukan untuk menghasilkan informasi yang handal, yang mampu mencegah adanya data yang tidak akurat atau dapat menghindarkan terjadinya/garbage ini garbage out (GIGO). Pengertian
informasi yang handal adalah informasi yang jelas dan baku pengertiannya,
mudah, cepat, tepat, akurat, aman, dan berkualitas dalam perolehan, pengolahan, dan ketersediaannya.
Sistem informasi yang handal berperan dalam penyusunan rencana yang tepat sesuai dengan kebutuhan, memudahkan penentuan, prioritas, serta mencegah duplikasi
atau tumpang tindih khususnya dalam menunjang upaya koordinasi dan keterpaduan program/kegiatan pembangunan antar sektor, antar lembaga,
dan antar daerah. Demikian pula dalam pengendalian
pelaksanaan pembangunan, termasuk pengawasan atau pemantauan dan pemeriksaan,
laporan, serta tindak lanjutnya, akan
lebih efektif apabila didukung oleh
sistem informasi yang handal. Selain itu, sistem informasi juga dapat memberikan signal apakah kegiatan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan
tujuan/sasaran yang telah
direncanakan, atau memberikan early warning untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan keterlambatan dalam pelaksanaan kegiatan
pembangunan, serta untuk memberikan masukan yang tepat bagi perencanaan selanjutnya.
Penggunaan sistem informasi dalam
kegiatan manajemen dimulai dari proses yang sederhana secara manual, otomatisasi, sistem informasi
manajemen, dan sistem informasi
yang mendukung pengambilan keputusan (decision support system).
Sistem informasi dapat digunakan pada berbagai tingkat manajemen. Oleh karena itu, sifat sistem informasi sangat tergantung pada jenis kegiatan yang dilaksanakan serta jenis keputusan yang dibuat oleh pengguna informasi.
Dalam hal ini dinyatakan Scott (1986) bahwa sistem
informasi harus dapat menghasilkan jenis-jenis informasi yang diperlukan berbagai lapisan. Untuk manajemen puncak
diperlukan informasi yang bersifat strategis, ringkas,
dan berorientasi ke masa depan untuk perencanaan
jangka panjang. Manajemen madya mempunyai
kepentingan cukup besar atasan ringkasan informasi tentang kegiatan operasional
sebagai sarana pengendalian kegiatan, serupa dengan informasi yang diperlukan untuk perencanaan oleh manajemen
puncak. Untuk itu, sistem informasi
manajemen madya harus mampu memadukan informasi, baik dari manajemen puncak maupun manajemen lapisan terbawah
(operasi), yang informasiny lebih
rinci.
Berbagai
tantangan sebagai konsekuensi globalisasi
dan komplesitas permasalahan pembangunan, menuntut pergesaran dalam penerapan administrasi pembangunan dari kompensional ke arah modernisasi.
Dalam manajemen modern, kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, mengolah, mengambil kembali (retrieve), dan menyajikan informasi untuk menetapkan keputusan yang tepat adalah
sangat esensial. Dengan demikian,
dalam penerapan manajemen modern antara lain diisyaratkan pemanfaatan sistem informasi dengan teknologi
informasi sebagai perangkat pendukung pengumpulan,
pengolahan data, dan penyajian informasi. Hal ini berarti dilakukan pendekatan sistem atas manajemen, melalui sistem informasi manajemen
dengan memanfaatkan perangkat
komputer. Terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan, antara lain jenis data/informasi yang dibutuhkan oleh end-user, arus
informasi, pemilihan teknologi informasi yang sesuai, serta kualitas
sumber daya manusia yang menanganinya.
Teknologi informasi khususnya perangkat komputer merupakan alat bantu bagi terlaksananya sistem informasi secara lebih efektif, dan meskipun bukan satusatunya elemen pokok, tetapi menjadi makin penting
peranannya. Sumebr daya manusia (brainware) tetap merupakan elemen yang
paling penting dalam sistem informasi. Menurut Murdick, Ross, dan Clagget
(1984), peran sebenarnya dari komputer adalah menyajikan informasi untuk
pengambilan keputusan dan untuk perencanaan,
serta pengendalian operasi. Komputer telah menambah satu atau dua dimensi, seperti kecepatan, ketelitian, volume
data yang meningkat, yang memungkinkan
pertimbangan alternatif-alternatif yang lebih
banyak dalam suatu keputusan. Terdapat enam karakteristik dari jenis informasi yang paling tepat dalam penggunaan
komputer, yaitu kecepatan, kualitas, pengulangan,
kompleksitas, input yang pasti, dan output yang akurat.
Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, antara lain jaringan
komunikasi data secara on-line,
jaringan informasi internasional (internet), teknologi citra image untuk aplikasi
berbasis grafis, dan yang
memungkinkan penerapan otomatisasi administrasi anatara lain electronic mail dan teleconferencing, dapat
menunjang kelancaran manajemen. Namun kemanfaatannya
harus dengan arah yang jelas, agar tujuan untuk meningkatkan efektifitas
dan efisiensi tidak menjadikannya sebagai
penyebab inefesiensi.
Perkembangan teknologi informasi yang oleh sementara pakar disebut
sebagai revolusi informasi dan membawa umat manusia meninggalkan abad industri memasuki
abad informasi, akan berdampak luas pada semua
bidang, baik politik, ekonomi, maupun sosial, termasuk administrasi negara dan administrasi pembangunan. Wriston (1992) mengatakan bahwa
sumber kekayaan baru nanti tidak
bersifat material, tetapi adalah informasi,
yaitu pengetahuan yang diterapkan untuk menghasilkan value. Dampak revolusi informasi terhadap sistem pemerintahan bangsa-bangsa akan sangat luas
sebagaimana digambarkan oleh Wriston, bahwa dunia sekarang sedang memasuki akhir atau senjanya
kedaulatan (twilight of
sovereignty).
Sebagai penutup dari ulasan ini bagi para pembaca dan praktisi ilmu
administrasi, perkembangan dan perubahan yang
cepat dalam kehidupan manusia harus pula diantisipasi
karena akan mempengaruhi dan menyebabkan berubahnya
berbagai asumsi, premis, paradigma, dan dalildalil yang mengatur kehidupan manusia dan antarmanusia, serta masyarakat dan antarmasyarakat, termasuk hukumhukum dan pandangan-pandangan dalam ilmu administrasi termasuk administrasi pembangunan.
===============
&&&&&&&&&& ================