Kamis, 25 Oktober 2012

SYARAT JADI PEMIMPIN YANG BAIK


7 SYARAT JADI PEMIMPIN YANG BAIK

 

1.         Problem Solver

Seorang pemimpin dituntut mampu membuat keputusan penting dan mencari jalan keluar dari permasalahan. Mulailah bertindak tegas, dan hapulah cara plin-plan. Jangan pula memupuk kebiasaan melarikan diri dari tanggung jawab. Sebagai ‘nakhoda’, andalah yang berkewajiban mengemudikan ‘kapal’ ke arah yang benar.

2.    Bersikap Positif

Setiap orang tidak luput dari kesalahan, bila hal ini menimpa anak buah anda jangan langsung mencecarnya dengan segudang omelan. Selidiki latar belakang permasalahan sehingga anda bisa bersikap proporsional. Jika anda melakukan kesalahan, tidak perlu ragu mengakuinya dan meminta maaf kepada orang-orang terkait, dan jangan lupa melakukan perbaikan untuk kesalahan tersebut.


3.    Komunikasi

Karyawan sebaik apa pun akan kehilangan arah bila dibiarkan ‘jalan dalam gelap’. Sebagai pemimpin anda perlu menerangkan sejelas mungkin tentang tujuan bersama yang hendak diraih dan strategi mencapainnya. Bekali pula anak buah dengan penilaian terhadap hasil kerjanya selama ini, sehingga mereka bisa belajar cara melakukan tugas dengan benar. Pelihara komunikasi 2 arah dengan bawahan dan mintalah feedback dari mereka setiap kali anda meluncurkan kebijakan baru.


4. Menjadi Inspirasi

Seorang pemimpin harus bisa menerapkan standar dan jadi contoh bagi anak buahnya. Jadilah inspirasi bagi bawahan. Up date benak anda dengan informasi terkini, tidak pelit membagi pengalaman, dan patuhi peraturan yang anda buat sendiri.


5. Tumbuhkan Motivasi


Berikan penghargaan terhadap prestasi sekecil apa punyang dilakukan anak buah. Bahkan karyawan yang paling telat sekalipun akan berusaha memperbaiki diri apabila anda memujinya ketika ia datang tepat waktu (apalagi jika pujian itu diberikan tanpa terkesan menyindir). Secara berkala , ajukan pula pertanyaan dan tantangan yang mampu merangsang kreativitas berpikir anak buah. Misa, meminta ide mereka untuk proyek kecil.



6. Hubungan Baik

Jalin hubungan profesional dan interpersonal yang harmonis dengan anak buah. Ingat, dibalik statusnya sebagai bawahan, karyawan memiliki pribadi yang unik dan masalah tertentu. Luangkan waktu untuk mengenal karyawan secara personal sehingga anda melakukan coaching tepat sasaran.



7. Turun Gunung

Anda tidak boleh merasa bebas dari kewajiban dan melakukan ‘dirty job’ atau pekerjaan anak buah. Seorang pemimpin akan dihargai anak buahnya apabila ia bersedia turun ke lapangan tak asal main perintah. Semakin hebat lagi hormat anak buah bila pekerjaan itu bisa diselesaikan dengan lancar. Itu menunjukkan kualitas anda pada anak buah.

 

 

Pelajaran dari Air


Pelajaran dari Air

 
Suatu hari, seorang ayah sedang berbincang-bincang di tepi sungai. Kata sang Ayah kepada putranya, “Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati.”
 
Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengarkan percakapan itu dari bawah permukaan air. Ia mendadak menjadi gelisah dan ingin tahu mengenai “air” yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya, “Hai, tahukah kamu di mana air? Aku mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air, kita semua akan mati!”
 
Ternyata semua ikan tidak mengetahui di manakah air berada. Maka ikan kecil berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan sepuh yang sudah berpengalaman. Ia menanyakan hal serupa, “Di manakah air ?”
 
Jawab ikan sepuh, “Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita akan mati.”
 
Manusia kadang-kadang mengalami situasi seperti si ikan kecil, mencari kesana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang menjalaninya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai dia tidak menyadarinya.
 
Sadari: kehidupan dan kebahagiaan ada di sekeliling kita dan sedang kita jalani. Buka pikiran dan belajar untuk selalu bersyukur atas apa yang telah kita miliki hingga detik ini, hari ini.

Orang Kaya yang Miskin


Orang Kaya yang Miskin


Dikisahkan, seorang bangsawan mempunyai seorang pembantu setia yang telah bekerja padanya sedari kecil. Pembantu itu adalah anak yatim piatu terlantar yang dipungut oleh ayahnya di suatu tempat. Sedangkan si bangsawan adalah orang yang hidup berkelimpahan harta, gemar berfoya-foya, namun tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya yang miskin dan menderita.

 

Suatu hari, si majikan memberi tugas kepada pembantu tersebut untuk pergi ke luar kota menagih utang. Sebelumnya, dengan nada pongah dia berpesan, “Pembantuku, setelah kamu berhasil menagih semua uang itu, pergilah berkeliling kota untuk mencari dan membelikan barang yang belum aku miliki!”

 

Di dalam hati, si bangsawan tertawa geli. Sebab, dengan pesan ini, ia ingin mempermainkan pembantunya. Dia tahu bahwa tidak ada suatu barang berharga apapun yang belum dimilikinya.

 

Beberapa hari kemudian, saat pembantunya pulang, si bangsawan menyambutnya dengan antusias. Ia ingin tahu barang apa yang berhasil dibeli oleh pembantunya. Tetapi, alangkah kaget dan marahnya ia, ketika tahu bahwa uang yang berhasil ditagih, dihabiskan si pembantu dengan memberikan barang-barang kepada orang-orang miskin di sana. Tanpa mau mendengar lebih lanjut alasannya, si pembantu dihukum dan diperlakukan dengan buruk.

 

Suatu ketika, terjadi bencana alam yang luar biasa di sana. Seluruh harta si bangsawan musnah dan dia pun jatuh bangkrut! Karena musibah tersebut, sang bangsawan memutuskan untuk pergi ke kota lain guna mencari kehidupan baru. Sementara, sang pembantu yang sering dicacinya, tetap setia mengikutinya.

 

Setelah berjalan berhari-hari, keduanya tiba di sebuah kota. Penduduk di sana menyambut mereka dengan baik dan ramah. Bahkan, banyak di antara mereka yang memberi makan dan tumpangan. Mendapat perlakuan yang sangat ramah tersebut, si bangsawan keheranan. Ia tidak menyangka akan mendapat perlakuan seperti itu. Lantas, ia pun bertanya kepada si pembantu.

 

 

 

Pembantu itupun kemudian memberi penjelasan, “Tuanku, saya pernah kemari beberapa waktu lalu. Tuan pasti ingat, sewaktu tuan memberi tugas kepada saya untuk membelikan barang yang belum Tuan miliki, dengan semua uang hasil tagihan. Uang itu telah saya gunakan untuk menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan saat itu. Sekarang, giliran merekalah yang menolong kita.”

 

Si pembantu melanjutkan, “Waktu itu, Tuan telah punya semua barang. Hanya satu barang yang tuan belum miliki, yaitu cinta. Maka, waktu itu saya berusaha mendapatkannya, untuk Tuan. Dan cinta itulah yang saat ini memberi kehidupan baru kepada kita. Mudah-mudahan Tuan bisa memahami dan tidak marah lagi atas tindakan saya waktu itu.”

 

Kemudian, dengan mata berkaca-kaca, si bangsawan memeluk pembantu setianya itu. Ia pun berucap, “Sekarang aku baru sadar, aku adalah seorang kaya yang miskin. Miskin cinta, miskin perhatian pada orang lain! Terima kasih sahabat… Maafkan aku karena telah memperlakukanmu dengan semena-mena. Padahal, engkau telah ‘membelikan’ cinta yang tidak aku miliki. Sekarang, justru cinta itulah yang menolong kita untuk memulai kehidupan baru.”

 

Kita hidup di dunia ini tidak sendiri, namun saling bergantung satu sama lain. Kita sangat membutuhkan orang lain agar hidup kita tidak menjadi kaku dan monoton. Disadari atau tidak, manusia secara alami memiliki keterkaitan satu sama lain. Karena itu, apa yang kita lakukan pada orang lain dan apa yang kita perbuat saat ini, bisa memberi dampak yang terkadang tidak kita sangka di masa mendatang.

 

Sebagaimana yang diceritakan pada kisah di atas, kita mungkin tidak akan menyangka akibat dari perbuatan baik yang kita lakukan.

 

Mari, asah naluri dan nurani kita agar makin terbiasa membantu orang lain. Dengan begitu, kita telah menanam banyak benih cinta. Kelak, buahnya akan membawa kita pada kebahagiaan yang sesungguhnya.

Administrasi Bagi Pembangunan

Administrasi Bagi Pembangunan
Oleh Drs. Salvador Pinto


Sisi pertama dari administrasi pembangunan adalah administrasi dari atau bagi pembangunan (administration of development). Banyak cara pendekatan untuk mengkaji administrasi. Bisa dari segi komponennya, kegiatannya maupun prosesnya. Bisa juga menggunakan pendekatan yang relatif baru berkembang yaitu kebijaksanaan publik, seperti yang telah diuraikan di atas. Namun, untuk dasar pemahaman dapat digunakan pendekatan Waldo (1992), bahwa kalau kita cerminkan administrasi untuk mencari wujudnya, maka ditemukan dua aspek, yaitu manajemen dan organisasi, sedangkan manajemen adalah fisiologinya. Organisasi biasanya digambarkan sebagai wujud statis dan mengikuti pola tertentu, sedangkan manajemen adalah dinamis dan menunjukkan gerakan atau proses. Keduanya dapat digunakan untuk analisis administrasi.
 

Untuk membahas administrasi bagi pembangunan, Lebih tepat digunakan pendekatan manajemen. Karena itu pada dasarnya dapat dikatakan Bahwa masalah administrasi bagi pembangunan adalah masalah manajemen pembangunan. Sedangkan untuk menerangkan pembangunan administrasi pada bab berikutnya akan digunakan pendekatan organisasi.
 

Studi mengenai manajemen telah banyak mengilhami perkembangan. Namun teori pokoknya tidak berubah, bahwa yaitu sekurang-kurangnya ada tiga kegiatan besar yang dilakukan oleh manajemen, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Fungsi manajemen pada sistem administrasi mana pun, baik di negara yang sedang membangun maupun di negara maju, sama saja, yang berbeda adalah penekanannya. Teknik atau metode penyelenggaraannya juga dapat berbeda tergantung pada pengaruh berbagai faktor, seperti sistem politik, latar belakang budaya, atau tingkat penguasaan teknologi.
 

Manajemen pembangunan adalah manajemen publik dengan ciri-ciri yang khas, seperti juga administrasi pembangunan adalah administrasi publik (negara) dengan kekhasan tertentu. Untuk analisis manajemen pembangunan dikenali beberapa fungsi yang cukup nyata (district), yakni: (1) perencanaan, (2) pengerahan (mobilisasi) sumber daya, (3) pengerahan (menggerakkan) partisipasi masyarakat, (4) penganggaran, (5) pelaksanaan pembangunan yang ditangani langsung oleh pemerintah, (6) koordinasi, (7) pemantauan dan evaluasi dan (8) pengawasan. Di bawah ini akan diuraikan lebih lanjut berbagai fungsi tersebut, dan dilengkapi dengan (9) peran informasi yang amat penting sebagai instrumen atau perangkat bagi manajemen.

 

Perencanaan
 

Perencanaan pembangunan merupakan tugas pokok dalam administrasi atau manajemen pembangunan. Perencanaan diperlukan karena kebutuhan pembangunan lebih besar daripada sumber daya yang tersedia. Melalui perencanaan ingin dirumuskan kegiatan pembangunan yang secara efisien dan efektif dapat memberi hasil yang optimal dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada.
 

Pada dasarnya perencanaan sebagai fungsi Manajemen adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan, untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.

 

Perencanaan pembangunan pada umumnya harus memiliki, mengetahui dan memperhitungkan beberapa unsur pokok, yaitu:

(1)           tujuan akhir yang dikehendaki,

(2)           sasaran-sasaran dan prioritas untuk mewujudkannya (yang mencerminkan pemilihan dari berbagai alternatif),

(3)           jangka waktu mencapai sasaran-sasaran tersebut,

(4)           masalah-masalah yang dihadapi,

(5)           modal atau sumber daya yang akan digunakan serta pengalokasiannya,

(6)           kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk melaksanakannya,

(7)           orang, organisasi, atau badan pelaksananya

(8)           mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaannya.

 
Untuk dapat melakukan perencanaan dengan baik diperlukan informasi yang memadai, seperti statistik. Oleh karena itu menjadi tugas manajemen pembangunan untuk mengupayakan tersedianya informasi yang dibutuhkan dan mengembangkan metodologi pengolahan informasi untuk memenuhi kebutuhan perencanaan.
 
Ada berbagai sifat perencanaan, yang tergantung dari cara melihat atau pendekatannya. Dari segi ruang lingkup tujuan dan sasarannya, perencanaan dapat bersifat nasional, sektoral dan spasial. Terkait dengan itu, perencanaan dapat berupa perencanaan agregatif atau komprehensif dan parsial. Dalam jangkauan dan hirarkinya, ada perencanaan tingkat pusat dan tingkat daerah. Dari jangka waktunya, perencanaan dapat bersifat jangka panjang, menengah, atau jangka pendek. Dilihat dari arus informasi, perencanaan dapat bersifat dari atas ke bawah (top down), dari bawah ke atas (bottom up), atau kedua-duanya. Dari segi ketetapan atau keluwesan proyeksi ke depannya, perencanaan dapat indikatif atau preskriptif. Berdasarkan sistem politiknya, perencanaan dapat bersifat alokatif, inovatif dan radikal (Friedman, 1987). Sedangkan produk perencanaan dapat berbentuk rencana (plan), kebijaksanaan, peraturan, alokasi anggaran, program, atau proyek.

Berbagai bukti empiris, seperti jatuhnya sitem komunisme dan gejala globalisasi, menunjukkan bahwa sistem ekonomi pasar lebih unggul daripada sistem lainnya, yang disebut centrally-planned atau nonmarket economy. Dalam keadaan demikian dengan sendirinya peran perencanaan dipersoalkan.


Dengan gagalnya sitem perencanaan terpusat, atau sistem ekonomi komando, banyak pandangan yang berpendapat bahwa perencanaan tidak diperlukan. Mekanisme pasar akan merupakan jalan yang terbaik karena mengatur secara alamiah pengalokasian sumber­sumber daya. Kegagalan perencanaan di berbagai negara berkembang seperti India, Afrika, dan Amerika Latin di masa lalu, telah menyebabkan adanya sikap skeptis di kalangan sementara ahli mengenai efektifitas perencanaan ekonomi untuk membangun negara berkembang (Bosworth dan Ofer, 1995; Boettke, 1994).
 

Pada dasarnya, kecenderungan yang umum adalah makin berkurangnya peran pemerintah dalam kehidupan masyarakat terutama di Bidang ekonomi. Telah banyak kepustakaan yang membahas soal ini. Selain itu, integrasi ekonomi dan kemajuan teknologi informasi juga dipandang oleh para ahli akan membawa konsekuensi terjadinya erosi terhadap kewenangan pemerintah dalam mengatur ekonomi karena adanya kekuatan lain yang sulit dibendung. Ada yang menyebutnya sebagai berakhirnya negara bangsa (nation-state) sebagai konsep ekonomi (Ohmae, 1995), dan bahwa masa ini adalah masa senjanya konsep kedaulatan suatu bangsa (Wriston, 1992). Oleh karena itu, peran negara dan pemerintah dalam ekonomi dunia yang makin menyatu, telah dan akan menjadi bahan telaah yang makin intensif lagi di masa depan, baik oleh para ahli ilmu poltik, administrasi, ekonomi, maupun sosial.

Namun, pada umumnya para ahli berpendapat bahwa dalam sistem ekonomi pasar pun perencanaan tetap diperlukan. Osterfeld (1992) antara lain menyatakan bahwa historically there has been neither a pure market system nor a pure non-market system. Yet every actual economy has been some blend of the two. It could not be otherwise, for there are, in fact, no other possibilities. Bahkan Friedman (1987) lebih tegas lagi menyatakan bahwa even in a country like the United States, with its fervent dedication to the principle of market retionality, may planning activities are undertaken at all the pertinent territorial levels.


Yang menjadi masalah dan bahan kajian para ahli adalah menemukan dan mengembangkan model perencanaan yang tepat. Tidak ada satu sistem perencanaan yang dapat diberlakukan untuk semua, karena selain peran lembaga-lembaga politik dan ekonomi yang umumnya dapat disusun model-model idealnya, faktor budaya seperti dikatakan oleh Osterfeld (1992) dangat berpengaruh pula. Ia lebih jauh menyatakan bahwa some markets may function best when left unregulated, while satisfactory performance in others may require regulation.


Dari pengalaman negara-negara di Asia yang berhasil pembangunannya, memang dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan berperan besar dalam keberhasilan itu. misalnya Jepang, satu-satunya negara industri yang memiliki lembaga perencanaan, yaitu Economic Planning Agency, yang dipimpin oleh seorang menteri (meskipun sebutannya adalah Direktur Jenderal). Lembaga ini, yang ketika dilahirkan pada tahun 1946 bernama Economic Stabilization Board, sejak awal berperan mengarahkan perekonomian Jepang. Lembaga inilah yang membuat rencana komprehensif untuk pemulihan kembali (recovery) Jepang (Kartasasmita, 1996d).

Negara-negara industri baru, seperti Korea dan Taiwan, juga memiliki lembaga-lembaga perencanaan yang berperan besar dalam mengarahkan gerak pembangunan ekonomi sehingga mengahasilkan kemajuan seperti yang dicapai sekarang. Bank Dunia bahkan menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi di negara-negara Asia Timur (termasuk Indonesia) antara lain disebabkan oleh adanya intervensi yang tepat dari pemerintahnya (World Bank, 1993).
 

Kegagalan perencanaan biasanya terjadi bukan karena adanya perencanaan itu sendiri, melainkan dapat bersumber pada berbagai sebab antara lain:

Pertama, penyusunan perencanaan tidak tepat, mungkin karena informasinya kurang lengkap, metodologinya belum dikuasai, atau perencanaannya sejak semula memang tidak realistis sehingga tidak mungkin pernah bisa terlaksana. Dalam hal terakhir ini, biasanya pengaruh politis terlalu besar sehingga pertimbangan­pertimbangan teknis perencanaan diabaikan.

 

Kedua,       perencanaannya mungkin baik, tetapi pelaksanaannya tidak seperti seharusnya. Dengan demikian, kegagalan terjadi karena tidak berkaitnya perencanaan dengan pelaksanaannya. Penyebabnya dapat karena aparat pelaksana yang tidak siap atau tidak kompeten, tetapi dapat juga karena rakyat tidak punya kesempatan berpartisipasi sehingga tidak mendukungnya.

 

Ketiga,       perencanaan mengikuti paradigma yang ternyata tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan serta tidak dapat mengatasi masalah mendasar negara berkembang. Misalnya, orientasi semata-mata pada pertumbuhan yang menyebabkan makin melebarnya kesenjangan. Dengan demikian, yang keliru bukan semata­mata perencanaannya, tetapi falsafah atau konsep di balik perencanaan itu.

 

Keempat, karena perencanaan diartikan sebagai pengaturan total kehidupan manusia sampai yang paling kecil sekalipun. Perencanaan di sini tidak memberikan kesempatan berkembangnya prakarsa individu dan pengembangan kapasitas serta potensi masyarakat secara penuh. Sistem ini bertentangan dengan hukum penawaran dan permintaan karena pemerintah mengatur semuanya. Perencanaan seperti inilah yang disebut sebagai sistem perencanaan terpusat (centrally planned system).

 

Sistem perencanaan yang berhasil diterapkan negara yang telah terbukti kemajuannya, seperti Jepang dan negara-negara industri baru, adalah sistem perencanaan yang mendorong berkembangnya mekanisme pasar dan peran serta masyarakat. Dalam sistem itu perencanaan dilakukan dengan menentukan sasaran­sasaran secara garis besar, baik di bidang sosial maupun ekonomi, dan pelaku utamanya adalah masyarakat dan usaha swasta.
 

Gharajedaghi bekerja sama dengan Ackoff (1986) menunjukkan perencanaan ideal yang disebutnya sebagai interactive planning, yang memenuhi tiga prinsip, yaitu prinsip partisipatif, kesinambungan dan holistik. Prinsip partisipatif menunjukkan bahwa rakyat atau masyarakat yang akan diuntungkan oleh (atau memperoleh manfaat dari) perencanaan harus turut serta dalam prosesnya.


Dengan kata lain masyarakat menikmati faedah perencanaan bukan semata-mata dari hasil (product) perencanaan, tetapi dari keikutsertaan dalam prosesnya. Prinsip kesinambungan menunjukkan bahwa perencanaan tidak hanya berhenti pada satu tahap; tetapi harus berlanjut sehingga menjamin adanya kemajuan terus-menerus dalam kesejahteraan, dan jangan sampai terjadi kemunduran (relapse). Juga diartikan perlunya evaluasi dan pengawasan dalam pelaksanaannya sehingga secara terus­menerus dapat diadakan koreksi dan perbaikan selama perencanaan dijalankan. Prinsip holistik menunjukkan bahwa masalah dalam perencanaan dan pelaksanaannya tidak dapat hanya dilihat dari satu sisi (atau sektor) tetapi harus dilihat dari berbagai aspek, dan dalam keutuhan konsep secara keseluruhan.

 

Dalam konsep tersebut, sistem yang dikehendaki (ideal) selain harus mencakup hal-hal di atas, juga mengandung sistem yang dapat berkembang (a learning and adaptive system) serta terbuka dan demokratis, yang disebutnya sebagai a pluralistic social setting.

 

Sebagai kesimpulan, perencanaan dapat dilakukan dan bahkan diperlukan untuk pembangunan, dengan memenuhi syarat sebagai berikut:

(1)         bersifat garis besar dan indikatif,

(2)         mengendalikan dan mengarahkan investasi pemerintah yang mendorong meningkatnya usaha masyarakat swasta,

(3)         mendorong bekerjanya pasar,

(4)         mengikutsertakan masyarakat dalam prosesnya,

 

(5)         memajukan golongan masyarakat (dan wilayah) yang dengan ekonomi pasar saja tidak mungkin berkembang atau bersaing dalam memperoleh akses faktor-faktor produksi.

 

Pengerahan Sumber Daya

 

Dengan perencanaan yang telah tersusun, langkah berikutnya dalam manajemen pembangunan adalah memobilisasi sumber daya yang diperlukan. Sumber daya pembangunan tersebut pada pokoknya berupa dana (modal), sumber daya manusia, teknologi, dan organisasi atau kelembagaan.

 

Mobilisasi Dana Pembangunan

 

Dana pembangunan bersumber dari pemerintah dan masyarakat. Manajemen pembangunan bertugas memobilisasi dana pembangunan yang dapat dihasilkan dari kegiatan pemerintah seperti pajak dan penerimaan lain di luar pajak dan tabungan masyarakat. Jika tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat tidak memadai untuk mencapai sasaran pembangunan yang diinginkan, maka diupayakan sumber dana pembangunan dari luar negeri, dengan syarat yang paling menguntungkan.

 

Tugas manajemen pembangunan pula untuk merangsang berkembangnya investasi masyarakat, yang bersumber dari dalam dan luar negeri. Upaya itu tertuang dalam berbagai kebijaksanaan ekonomi, seperti kebijaksanaan fiskal dan moneter, perizinan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan lain di bidang perdagangan, industri, dan investasi pada umumnya.
 

Manajemen pembangunan bertugas pula memelihara stabilitas agar pembangunan dapat menghasilkan peningkatan kesejahteraan yang nyata, dan agar masyarakat memiliki kepercayaan pada perekonomian nasional, sehingga dapat menciptakan iklim investasi yang baik.
 

Penyiapan Sumber Daya Manusia

 
Kelemahan negara berkembang dalam menyelenggarakan pembangunan terutama terletak pada sumber daya manusia, ada kalanya pada kuantitas, tetapi pada umumnya adalah pada kualitasnya. Oleh karena itu, menjadi tugas manajemen pembangunan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang dapat memenuhi kebutuhan pembangunan berupa tenaga kerja yang berkualitas, yakni tenaga kerja yang kreatif, produktif, memiliki disiplin dan etos kerja, serta mampu mengembangkan potensi dan memanfaatkan peluang (enterprising).


Upaya ke arah itu meliputi kegiatan di hampir semua bidang pembangunan, terutama: (1) pendidikan dan pelatihan, (2) ilmu pengetahuan dan teknologi, (3) kesehatan, (4) kependudukan, dan (5) agama dan budaya.

 

Pemanfaatan Teknologi

 
Setiap upaya pembangunan memerlukan teknologi yang tepat. Makin tinggi taraf perkembangan sebagai hasil pembangunan, makin canggih dan beragam teknologi yang dibutuhkan. Dalam kenyataannya, tidak semua teknologi sudah tersedia atau telah dikuasai oleh negara berkembang. Oleh karena itu, pembangunan memerlukan alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang. Langkah berikutnya yakni mengembangkan kemampuan teknologi di dalam negeri. Sasarannya adalah mengembangkan kemandirian teknologi, dalam arti kebutuhan teknologi yang mendasar harus dapat dipenuhi sendiri.

 Dalam kaitan ini, manajemen pembangunan bertugas mendorong diperolehnya teknologi yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan secara efektif dan efisien. Dalam mengembangkan teknologi, manajemen pembangunan perlu memperhatikan kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Kondisi sosial ekonomi turut menentukan dalam pemilihan jenis teknologi padat modal, atau di antaranya, atau gabungan keduanya. Kondisi sosial budaya turut menentukan proses transformasi penguasaan teknologi dari pengguna menjadi penghasil teknologi.

 

Penguatan Kelembagaan

 

Salah satu kelemahan dalam administrasi di negara berkembang adalah unsur kelembagaan, padahal pembangunan memerlukan dukungan kelembagaan. Kelembagaan yang tercipta di negara berkembang pada umumnya adalah kelembagaan tradisional atau warisan penjajahan.


Pembangunan sebagai kegiatan yang kompleks, yang meliputi berbagai disiplin, sektor, kepentingan, dan kegiatan, memerlukan lembaga-lembaga yang mampu menampung, menyalurkan, dan mengatasi, serta mensinergikan berbagai aspek tersebut.

Kelembagaan dalam hal ini mengandung arti luas, yaitu dapat berupa organisasi-organisasi formal seperti diartikan oleh Esman (1971), antara lain birokrasi, dunia usaha, partai-partai politik, tetapi juga dapat berupa lembaga ekonomi seperti pasar, lembaga-lembaga hukum, dan sebagainya.

Menjadi tugas menajemen pembangunan untuk membangun dan mempersiapkan lembaga yang dibutuhkan agar upaya pembangunan dapat berhasil mencapai sasarannya. Pertama-tamanya tentunya organisasi pemerintah perlu dibangun agar dapat berfungsi sebagai alat pembangunan (mengenai hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam Bab berikutnya). Selain itu, juga harus dibangun lembaga-lembaga sosial ekonomi dan sosial politik masyarakat, agar pembangunan dapat berlangsung efisien dan memperoleh partisipasi yang seluas-luasnya dari masyarakat, dan dilakukan dengan derajat rasionalitas yang tinggi.
 

Menggerakkan Partisipasi Masyarakat


Pada tahap awal pembangunan, peranan pemerintah biasanya besar. Kegiatan pembangunan sebagian besar adalah usaha pemerintah. Bahkan di negara yang faham sosialisme yang murni, seluruh kegiatan pembangunan adalah tanggung jawab pemerintah. Namun, dalam keadaan negara berperan besar sekali pun, partisipasi masyarakat diperlukan untuk menjamin berhasilnya pembangunan.

Studi empiris banyak menunjukkan banyak menunjukkan kegagalan pembangunan, atau pembangunan tidak mencapai sasaran, karena kurangnya partisipasi rakyat. Bahkan banyak kasus menunjukkan rakyat menentang upaya pembangunan. Keadaan itu dapat terjadi karena beberapa sebab, antara lain:

(1)                         pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil dan tidak menguntungkan rakyat banyak, bahkan pada sisi ekstrim dirasakan merugikan,

(2)                         pembangunan meskipun dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud itu,

(3)                         pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat, dan rakyat memahaminya, tapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan pemahaman itu,

(4)                         pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat, tetapi sejak semula rakyat tidak diikutsertakan.

 

Oleh karena itu, menjadi tugas manajemen pembangunan untuk menjamin bahwa pembangunan: (1) harus menggunakan rakyat, (2) harus dipahami maksudnya oleh rakyat, (3) harus mengikutsertakan rakyat dalam pelaksanaannya, dan (4) dilaksanakan sesuai dengan maksudnya, secara jujur, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan.


Menggerakkan partisipasi masyarakat bukan hanya esensial untuk mendukung kegiatan pembangunan yang digerakkan oleh pemerintah, tetapi juga agar masyarakat berperan lebih besar dalam kegiatan yang dilakukannya sendiri. Dengan demikian, menjadi tugas penting manajemen pembangunan untuk membimbing, menggerakkan, dan menciptakan iklim yang mendukung kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat. Upaya itu dilakukan melalui kebijaksanaan, peraturan, serta kegiatan pembangunan pemerintah yang diarahkan untuk menunjang, merangsang, dan membuka jalan bagi kegiatan pembangunan masyarakat. Dalam rangka ini, berkembang konsep pemberdayaan masyarakat yang pada hakikatnya memampukan dan memandirikan masyarakat.
 

Penganggaran


Penganggaran merupakan salah satu kegiatan utama setiap manajemen. Penganggaran sangat erat kaitannya dengan perencanaan, karena pada prinsipnya penganggaran merupakan rencana pembiayaan yang disusun untuk kurun waktu yang telah ditentukan. Dengan demikian, dalam perencanaan tercakup penganggaran, dan sebaliknya penganggaran dimulai dengan perencanaan. Sistem penganggaran pertama kali dikembangkan pada tahun 1822 di Inggris.
 

Rubin (1992) menyatakan bahwa anggaran menghubungkan tugas (tasks) yang akan dilakukan dengan jumlah sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakannya. Anggaran membatasi pengeluaran sepadan dengan penerimaan, menjaga keseimbangan, dan mencegah pengeluaran yang berlebihan di atas batas kemampuan.

Dalam anggaran negara ada kaitan yang erat antara rakyat sebagai pembayar pajak dengan pemerintah sebagai pengguna dana yang bersumber dari rakyat. Falsafah anggaran suatu negara mencerminkan sistem politiknya, atau secara lebih terang di mana terletak kekuasaan atau kedaulatan. Dalam sistem politik yang demokratis, kekuasaan rakyat (melalui wakil-wakilnya) menentukan kebijaksanaan anggaran. Dalam sistem tersebut, anggaran ditetapkan dengan UU, yakni atas usul pemerintah dan disetujui lembaga perwakilan rakyat.

Oleh karena itu, seperti dikatakan Rubin (1992), anggaran negara memiliki selain aspek teknis juga aspek­aspek politis. Selain itu, anggaran negara sangat terbuka terhadap lingkungan, dalam arti dipengaruhi oleh ekonomi, opini publik, berbagai tingkat pemerintahan, kelompok­kelompok kepentingan, pers dan kaum politisi.


Anggaran pada dasarnya terdiri dari penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan negara dapat bersumber dari pajak dan penerimaan lain di luar pajak. Jika penerimaan negara tidak mencukupi untuk membiayai kegiatan yang ingin dilakukan, negara dapat melakukan pinjaman, pinjaman tersebut berasal dari dalam dan luar negeri.
 

Sisi pengeluaran dari anggaran negara dapat dibagi dua yaitu :

Pertama, anggaran rutin, yakni anggaran yang diperlukan untuk biaya rutin pemerintah, seperti gaji pegawai, belanja barang rutin, dan sebagainya. Jika negara ada hutang, maka pelunasan cicilan seringkali dimasukkan ke dalam belanja rutin.

 

Kedua,        anggaran pembangunan, yakni dana yang tersedia untuk membiayai kegiatan pembangunan yang direncanakan. Anggaran pembangunan terdiri dari dana yang bersumber dari penerimaan dalam negeri dikurangi belanja rutin yang disebut juga sebagai tabungan pemerintah, dan bantuan luar negeri berupa pinjaman atau hibah. Pinjaman luar negeri dapat berbentuk bantuan program dan bantuan proyek. Bantuan program biasanya adalah dana luar negeri yang dapat digunakan di dalam negeri, dan umumnya terkait dengan upaya memperkuat neraca pembayaran atau cadangan devisa. Bantuan proyek adalah bantuan luar negeri yang terkait dengan proyek pembangunan yang akan dibiayai dengan bantuan tersebut.

Bantuan hibah umumnya diberikan dalam bentuk bantuan teknik, meskipun adapula yang diberikan untuk membangun proyek secara keseluruhan. Bantuan teknik biasanya untuk membantu pembangunan kelembagaan, pendidikan, bantuan tenaga ahli atau peralatan.

Anggaran negara dapat menempuh prinsip anggaran berimbang, yakni pengeluaran tidak melampaui
penerimaan, dan perbedaannya ditutup dengan pinjaman.
Pinjaman tersebut dapat berjangka pendek atau berjangka
panjang. Pinjaman dapat berupa langsung kepada lembaga penyandang dana seperti bank, atau kepada masyarakat, misalnya melalui penjualan obligasi (bonds).

Dalam kaitan dengan anggaran ini, salah satu tugas manajemen pembangunan adalah mengalokasikan anggaran sesuai dengan prioritas dan menjaga agar dana pembangunan digunakan dengan sebaik-baiknya, yaitu sesuai rencana, hemat, serta mencegah pemborosandan kebocoran. Dalam hal ini, perhatian utama diberikan pada pengalokasian anggaran pembangunan untuk membiayai kegiatan yang merupakan bagian dari upaya pembangunan yang direncanakan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kegiatan penganggaran merupakan sisi lain atau kelanjutan dari perencanaan pembangunan. Anggaran pembangunan dialokasikan pada proyek-proyek pembangunan berdasarkan program dan sektor-sektor pembangunan yang mendapat prioritas dalam perencanaan.

Dalam teori anggaran ada berbagai format dan teknik anggaran. Dari segi format, Rubin menunjukkan beberapa format yaitu constant services budget, line item budget, program budget, performance budget,zero based budget, dan target based budget. Sedangkan dari segi teknik, berbagai teknik berkembang untuk menjamin keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran, yaitu planning, programming and budgeting system (PPBS). Selain itu, melalui management by objectives (MBO) diupayakan pula keterkaitan antara sasaran yang hendak dicapai dengan anggaran. program, serta dengan proyek-proyek lain yang berada dalam program yang sama.

Dalam pelaksanaannya, proyek dapat dilakukan sendiri oleh badan pemerintah, baik oleh pemilik proyek maupun badan pemerintah lain, baik di tingkat pusat maupun daerah dalam hal ada otonomi atau desentralisasi. Untuk itu perlu ada mobilisasi tenaga serta kesiapan lembaga pemerintah yang akan melaksanakannya.
             Proyek dapat pula dilaksanakan oleh badan lain di luar pemerintah biasanya perusahaan swasta, baik asing maupun dalam negeri atau campuran. Badan tersebut dapat ditunjuk langsung atau dapat dipilih melalui pelelangan. Pelelangan biasanya cara terbaik, karena dalam pelelangan ada persaingan yang sehat yang menguntungkan baik secara teknis maupun dari segi biaya. Selain itu, pengadaan barang dan jasa untuk proyek pembangunan ini merupakan bagian yang peka dan rawan terhadap tindakan penyelewengan. Oleh karena itu, keterbukaan dan kebertanggungjawaban diperlukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan, pemborosan, dan kebocoran.

Dalam kaitan dengan pelaksanaan pembangunan oleh pemerintah seperti dijelaskan di atas, adalah tugas manajemen pembangunan untuk menjamin bahwa proyek­proyek pembangunan yang secara fisik dilaksanakan atau dibiayai oleh anggaran pemerintah, berjalan seperti yang dikehendaki dan mencapai sasaran seperti yang direncanakan, dengan cara yang seefisien mungkin.
 

Pelaksanaan Pembangunan


Banyak kegiatan pembangunan yang harus dilakukan oleh pemerintah, setidak-tidaknya pada tahap awal pembangunan. Yang paling utama adalah pembangunan prasarana dasar, baik prasarana ekonomi maupun sosial. Prasarana ekonomi meliputi perhubungan dan transportasi, energi, irigasi, dan sebagainya. Prasarana sosial mencakup prasarana pendidikan seperti sekolah­sekolah dan prasarana kesehatan seperti rumah sakit. Di samping prasarana fisik, pemerintah juga perlu memperhatikan pembangunan lembaga-lembaga sosial, baik lembaga politik, hukum, budaya, maupun ekonomi.

Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah biasanya dituangkan dalam mekanisme proyek-proyek pembangunan. Proyek-proyek pembangunan harus memuat dengan jelas tujuannya (objective), sasaran yang akan dicapai (target), cara mengukur keberhasilannya (performance evaluation), jangka waktu pelaksanaannya, tempat pelaksanaannya, cara melaksanakan, kebijaksanaan untuk menjamin proyek itu dapat dilaksanakan, biaya serta tenaga yang diperlukan, dan badan yang akan melaksanakannya. Apabila proyek itu merupakan bagian dari kegiatan yang lebih besar, biasanya disebut program, harus jelas keterkaitan proyek dengan tujuan dan sasaran.


Koordinasi merupakan salah satu fungsi pokok dari manajemen. Koordinasi adalah pekerjaan sehari-hari dan setiap hari dari manajemen. Koordinasi selalu diperlukan dalam organisasi yang besar dan kompleks, serta dalam kehidupan modern, karena dalam berbagai kegiatan untuk suatu tujuan, atau yang berlainan tujuan, selalu ada hal-hal yang saling berkaitan. Dengan koordinasi diupayakan agar pembangunan yang dilaksanakan dalam berbagai sektor dan oleh berbagai badan serta di berbagai daerah berjalan serasi dan menghasilkan sinergi.

Koordinasi merupakan jawaban terhadap kebutuhan desentralisasi. Dalam perkembangan masyarakat dan upaya pembangunan yang makin kompleks, pengendalian yang serba terpusat sudah tidak dimungkinkan lagi untuk menjamin efisiensi dan efektivitas pelayanan masyarakat dan pembangunan. Namun, karena pada dasarnya ada kecenderungan divergensi dalam organisasi yang terpisah, maka diperlukan koordinasi sebagai alternatif terhadap sentralisasi. Koordinasi merupakan pekerjaan yang tidak mudah, dan merupakan tugas manajemen pembangunan untuk menjamin bahwa segala usaha pembangunan berjalan dalam arah yang sesuai dan menuju pada pencapaian sasaran.


Koordinasi dengan demikian merupakan upaya untuk menghasilkan pembangunan yang efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran secara optimal.


Pemantauan dan Evaluasi


Pelaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat harus dipantau terus-menerus dan dievaluasi perkembangannya. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa jauh pembangunan telah dilaksanakan dan bagaimana hasilnya diukur dengan sasaran yang ingin dicapai. Atas dasar hasil evaluasi dapat diambil langkah-langkah agar pelaksanaan pembangunan selanjutnya menunjang dan tidak merugikan upaya pembangunan secara keseluruhan. Dengan demikian, tujuan dan sasaran pembangunan secara maksimal dapat tetap tercapai.

Pemantauan diperlukan pula agar pelaksanaan pembangunan yang bergeser dari rencana dapat diketahui secara dini dan diambil langkah-langkah yang sesuai. Pergeseran itu dapat berupa (1) sasaran yang tidak tercapai, (2) sasaran terlampaui, dan (3) ada peralihan dari sasaran satu ke sasaran lain.

 

Pelaksanaan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana dapat disebabkan antara lain oleh:

(1)                     ada hambatan yang tidak diketahui atau diperhitungkan pada waktu perencanaan,

(2)                     ada perkembangan keadaan yang tidak dapat diantisipasi pada tahap perencanaan,

(3)                     realisasi dari perkiraan yang berbeda dari perencanaan, atau karena

(4)                     perencanaannya yang keliru.

 

Oleh karena itu, menjadi tugas manajemen pembangunan untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan, serta mengambil langkah­langkah apabila dari hasil pemantauan diperlukan pemecahan masalah atau perubahan (revisi) pada upaya pembangunan yang direncanakan.

 

Dalam rangka evaluasi, dikenal adanya evaluasi kinerja (performance evaluation) yang dapat memberikan informasi tidak hanya menyangkut input dan outputtetapi lebih jauh lagi menyangkut hasil (result) dan manfaat (benefit), termasuk pula dampaknya. Pelaksanaan evaluasi tersebut perlu dilakukan secara sistematis dan melembaga. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan rencana dan program-program pembangunan mengarah pada terwujudnya sasaran yang telah ditetapkan, yaitu dicapainya hasil yang optimal dari setiap investasi yang dilakukan, tercapainya efisiensi, dan peningkatan produktivitas dalam pengelolaan sumber daya, serta peningkatan kualitas produk dan jasa yang ingin dihasilkan.

 

Evaluasi kinerja pembangunan dapat dilaksanakan pada setiap tahap, yakni pada tahap proyek sedang berjalan (on going evaluation), tahap proyek selesai dibangun (terminal evaluation), dan pada tahap proyek yang sudah berfungsi (expost evaluation) untuk dijadikan bahan masukan ke dalam siklus manajemen proyek. Input terkait dengan sumber daya yang tersedia, misalnya jumlah dana yang dialokasikan, sumber daya manusia yang tersedia, teknologi, sumber daya alam, dan lain-lainnya, yang merupakan masukan untuk terselenggaranya proyek pembangunan. Output merupakan hasil keluaran dari proses input yang tersedia. Effect (outcome/result) merupakan hasil/fungsi dari output sedangkan impact/benefit merupakan konstribusi hasil effect(outcome/result) terhadap kondisi yang lebih makro, seperti kesejahteraan masyarakat, perkembangan ekonomi sektoral, daerah, dan nasional. Dalam pelaksanaannya, evaluasi kinerja menempuh dua cara yaitu (1) menetapkan indikator-indikator kinerja, dan (2) melaksanakan studi evaluasi kinerja. Kedua cara tersebut dalam pelaksanaan evaluasi kinerja saling terkait.

 

Evaluasi kinerja bukanlah audit, riset atau inspeksi, karena evaluasi kinerja sangat berorientasi pada hasil akhir termasuk dampaknya. Evaluasi kinerja tidak begitu menekankan pada proses seperti audit, yang menekankan pada compliance terhadap rulles and regulations. Dalam melaksanakan studi evaluasi kinerja informasi indikator kinerja yang sudah ada akan menjadi bahan dasar dalam melakukan evaluasi maupun pengembangan indikator kinerja selanjutnya.

 

Pengawasan Pelaksanaan Pembangunan

 

Pemantauan dan pengawasan pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan yang memiliki obyek yang sama, yakni mengikuti perkembangan pelaksanaan pembangunan agar senantiasa sesuai dengan rencana. Dalam banyak literatur, kedua kegiatan itu tidak dipisahkan. Tapi dalam pembahasan ini dilakukan pemisahan untuk menunjukkan adanya dua kegiatan yang serupa tetapi tidak harus selalu sama, atau masing-masing dilakukan oleh lembaga atau unit organisasi yang berbeda.

 

Menurut Steiss (1982), salah satu fungsi pengawasan adalah meningkatkan kebertanggungjawaban (accountability) dan keterbukaan (transparancy) sektor publik. Pengawasan pada dasarnya berfungsi menekankan langkah-langkah pembenahan atau koreksi (corrective actions) jika dalam suatu kegiatan terjadi kesalahan atau perbedaan dari tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan (Fayol, 1949; Jerome, 1961; Koonts dan O’Donnell, 1968). Langkah-langkah pembenahan dari fungsi pengawasan sering kali lebih dititik beratkan pada penanganan sumber-sumber dana (financial resources) agar sesuai dengan peraturan yang berlaku dan untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan secara menyeluruh (Anthony, 1965).

Mockler (1972) menyatakan bahwa langkah­langkah pengawasan seyogyanya lebih ditekankan pada hal-hal yang positif dan bersifat pencegahan. Untuk itu pengawasan memerlukan suatu standar kinerja atau indikator yang dapat digunakan sebagai pembanding atau referensi dari kinerja aktualnya. Penentuan standar kinerja bagi pengawasan ini membutuhkan masukan dan peran serta para pelaksana di lapangan sehingga dapat dihasilkan suatu standar yang realistik dan akurat. Dengan dasar argumen yang sama, Literer (1973) juga menyarankan penggunaan standar kinerja sebagai kerangka acuan (frame of reference) kegiatan.

 

Pelaksanaan pembangunan pada hakikatnya melibatkan tiga faktor, yaitu (a) manusia dengan beragam perilakunya, (b) faktor dana yang tergantung pada kemampuan keuangan negara, dan (c) faktor alam yang sulit diramalkan. Oleh karena itu penyimpangan­penyimpangan dalam melaksanakan pembangunan mungkin saja dapat terjadi. Dalam hal ini pengawasan perlu dilakukan sehingga penyimpangan secara lebih dini dapat segera diketahui, guna menghindari kerugian yang lebih besar.

 

Keberhasilan sebuah rencana biasa diukur menurut tingkat penyimpangan antara yang telah direncanakan dan apa yang dicapai, baik dari sudut pencapaian sasaran, waktu, manfaat, maupun aturannya.

 

Pengawasan pelaksanaan pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan untuk mengikuti perkembangan pelaksanaan pembangunan dan menindaklanjuti agar kegiatan pembangunan senantiasa sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Dalam pengertian ini pengawasan termasuk pula mengarahkan dan mengkoordinasikan antar kegiatan dalam pelaksanaan proyek-proyek agar pemborosan dan penyelewengan dapat dicegah. Dengan demikian, kegiatan pengawasan harus bersifat obyektif, serta dapat mengungkapkan fakta-fakta tentang pelaksanaan suatu pekerjaan. Sifat obyektif ini meliputi unsur teknis dan administratif. Obyektif secara teknis misalnya, apakah pekerjaan bangunan beton telah mengikuti spesifikasi teknis dan prosedur pekerjaan yang telah ditentukan; sedangkan obyektif secara administratif misalnya, apakah suatu pekerjaan telah mengikuti prosedur administratif yang baik dan benar sesuai peraturan yang berlaku.


Pengawasan bukan merupakan suatu tujuan, melainkan sarana untuk meningkatkan efisiensi dalam melaksanakan kegiatan. Di dalamnya termasuk unsur pencegahan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, kegiatan pengawasan tidak hanya dilakukan dalam tahap pelaksanaan. Artinya aspek pengawasan telah masuk selagi proyek-proyek pembangunan masih dalam tahap perencanaan.

 

Kegiatan pengawasan bukan semata-mata mencari siapa yang bersalah, tetapi apa yang salah dan mengapa kesalahan itu terjadi. Sehingga dalam kegiatan pengawasan ada unsur membimbing dan mendidik terhadap pelaksana pembangunan untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalismenya.

 

Pengawasan merupakan unsur yang pokok bagi setiap manajemen, termasuk manajemen pembangunan. Dalam sistem administrasi negara, pengawasan ada hirarkinya,sesuai dengan tingkatan dan ruang lingkupnya. Pengawasan bersifat berjenjang dan dapat dilakukan sebagai bagian dari kegiatan yang organik dari dalam dan dari luar. Oleh karena itu, dikenal adanya pengawasan internal dan eksternal.

 

Johnson, Kast, dan Rosenzweig (1973) membagi sistem pengawasan ke dalam: (1) pengawasan organisasional dan (2) pengawasan operasional. Pengawasan organisasional adalah sistem pengawasan umum yang menilai kinerja keseluruhan dari suatu kegiatan di dalam organisasi. Standar pengukuran yang lazim digunakan bagi pengawasan jenis ini adalah pengukuran efektivitas (measurement of effectiveness) dari kegiatan tersebut. Dari hasil pengukuran effektivitas tersebut, umpan balik yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi tujuan dan sasaran, merumuskan perencanaan tahap berikutnya, serta memperbaiki petunjuk pelaksanaan kegiatan (standard operating procedures). Sedangkan pengawasan operasional adalah sistem pengawasan yang digunakan untuk mengukur kinerja harian suatu kegiatan dan memberikan langkah-langkah koreksi langsung (immediate corrective actions).

 

Johnson, Kast, dan Rosenzweig (1973) juga menguraikan fungsi pengawasan dengan mengidentifikasikan empat unsur pokok pengawasan. Unsur-unsur tersebut meliputi: (1) penentuan standar kinerja, (2) perumusan instrumen pengawasan yang dapat dipergunakan dalam mengukur kinerja suatu kegiatan, (3) pembandingan hasil aktual dengan kinerja yang diharapkan, dan (4) pengambilan langkah-langkah pembenahan atau koreksi.

Dalam konsep pengawasan ada unsur yang mengawasi dan diawasi. Di sini, selain kriteria pelaksanaan (proyek) pembangunan yang ditetapkan dalam rancangannya (project design), terlihat pula segi penegakan norma-norma etika. Misalnya, sasaran tidak tercapai apakah karena keadaan yang berubah dari semula, karena kelalaian pelaksanaan atau ada unsur kesengajaan untuk keuntungan pelakunya. Pengawasan dengan demikian mengandung makna penegakan hukum dan disiplin. Pengawasan dapat menghasilkan keputusan untuk melakukan koreksi dan perbaikan dalam penyelenggaraan pembangunan, dan dapat pula menghasilkan sanksi sesuai hukum yang berlaku.

 

Fungsi pengawasan tidak berdiri sendiri. Kast dan Rosenzweig (1979), Albanese (1975), dan Gannon (1977) menekankan pentingnya hubungan perencanaan dan pengawasan. Perencanaan memberikan kerangka acuan bagi proses pengawasan, dan hasil dari pengawasan seperti juga pemantauan merupakan umpan balik bagi proses perencanaan dan pelaksanaan pada tahap berikutnya.
 

Karakteristik perencanaan juga mempengaruhi proses pengawasan. Perencanaan tentang suatu permasalahan yang kompleks dan bersifat multisektoral, misalnya, memiliki lebih banyak stakeholders. Sehingga sistem pengawasan yang dibutuhkan, selain dapat mengawasi kegiatan-kegiatan yang lazim dilakukan dalam suatu kegiatan, juga dapat membantu melancarkan koordinasi antarsektor. Demikian pula perencanaan jangka panjang membutuhkan aplikasi pengawasan yang berbeda dengan perencanaan jangka menengah dan jangka pendek.
 

Suatu pengawasan yang efektif membutuhkan tidak saja norma-norma etika tetapi juga sistem informasi yang memadai. Kebutuhan informasi menjadi sangat penting artinya untuk menilai situasi dan kondisi yang melingkupi suatu isu dan mengevaluasi alternatif langkah­langkah selanjutnya.

 

Sistem Informasi dalam Manajemen Pembangunan

 
Ketersediaan data/informasi yang lengkap dan akurat sangat diperlukan dalam manajemen pembangunan, bahkan menjadi modal pokok dalam perencanaan, sehingga perlu dikelola secara baik. Untuk itu, keberadaan sistem informasi yang andal menjadi kebutuhan mutlak dalam mendukung upaya pembangunan, dan berperan dalam strategi penyelenggaraan pembangunan.

Sistem informasi merupakan instrumen atau faktor yang penting dalam seluruh kegiatan manajemen, seperti proses perencanaan, penganggaran, pemantauan, dan pengawasan pelaksanaan pembangunan, dalam menunjang upaya meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas dalam pembangunan.


Perubahan tatanan dunia yang cepat dan arus informasi yang makin pesat dengan berkembangnya teknologi informasi dan telekomunikasi, serta persaingan antarbangsa yang makin ketat, menimbulakan tantangan dan peluang baru, yang menuntut ketepatan dan kecepatan dalam mengantisipasi berbagai perubahan dan dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, penyelenggaraan pembangunan perlu didukung oleh sistem informasi yang handal. Tanpa sistem informasi yang handal, sulit untuk melakukan penyusunan rencana yang efektif dan terpadu, serta melakukan pengendalian pembangunan. Oleh karena itu, sistem informasi harus menjadi bagian integral dalam administrasi pembangunan.


Sistem informasi merupakan suatu kesatuan tatanan yang terdiri atas organisasi, manajemen/prosedur, teknologi, himpunan data, dan sumber daya manusia yang bertugas menghasilkan dan menyampaikan informasi secara cepat, tepat, lengkap dan akurat untuk mendukung berbagai fungsi manajemen dalam mewujudkan sasaran yang dikehendaki. Sistem informasi sangat diperlukan untuk menghasilkan informasi yang handal, yang mampu mencegah adanya data yang tidak akurat atau dapat menghindarkan terjadinya/garbage ini garbage out (GIGO). Pengertian informasi yang handal adalah informasi yang jelas dan baku pengertiannya, mudah, cepat, tepat, akurat, aman, dan berkualitas dalam perolehan, pengolahan, dan ketersediaannya.
 

Sistem informasi yang handal berperan dalam penyusunan rencana yang tepat sesuai dengan kebutuhan, memudahkan penentuan, prioritas, serta mencegah duplikasi atau tumpang tindih khususnya dalam menunjang upaya koordinasi dan keterpaduan program/kegiatan pembangunan antar sektor, antar lembaga, dan antar daerah. Demikian pula dalam pengendalian pelaksanaan pembangunan, termasuk pengawasan atau pemantauan dan pemeriksaan, laporan, serta tindak lanjutnya, akan lebih efektif apabila didukung oleh sistem informasi yang handal. Selain itu, sistem informasi juga dapat memberikan signal apakah kegiatan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan tujuan/sasaran yang telah direncanakan, atau memberikan early warning untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan keterlambatan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, serta untuk memberikan masukan yang tepat bagi perencanaan selanjutnya.

Penggunaan sistem informasi dalam kegiatan manajemen dimulai dari proses yang sederhana secara manual, otomatisasi, sistem informasi manajemen, dan sistem informasi yang mendukung pengambilan keputusan (decision support system).

Sistem informasi dapat digunakan pada berbagai tingkat manajemen. Oleh karena itu, sifat sistem informasi sangat tergantung pada jenis kegiatan yang dilaksanakan serta jenis keputusan yang dibuat oleh pengguna informasi. Dalam hal ini dinyatakan Scott (1986) bahwa sistem informasi harus dapat menghasilkan jenis-jenis informasi yang diperlukan berbagai lapisan. Untuk manajemen puncak diperlukan informasi yang bersifat strategis, ringkas, dan berorientasi ke masa depan untuk perencanaan jangka panjang. Manajemen madya mempunyai kepentingan cukup besar atasan ringkasan informasi tentang kegiatan operasional sebagai sarana pengendalian kegiatan, serupa dengan informasi yang diperlukan untuk perencanaan oleh manajemen puncak. Untuk itu, sistem informasi manajemen madya harus mampu memadukan informasi, baik dari manajemen puncak maupun manajemen lapisan terbawah (operasi), yang informasiny lebih rinci.

Berbagai tantangan sebagai konsekuensi globalisasi dan komplesitas permasalahan pembangunan, menuntut pergesaran dalam penerapan administrasi pembangunan dari kompensional ke arah modernisasi. Dalam manajemen modern, kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, mengolah, mengambil kembali (retrieve), dan menyajikan informasi untuk menetapkan keputusan yang tepat adalah sangat esensial. Dengan demikian, dalam penerapan manajemen modern antara lain diisyaratkan pemanfaatan sistem informasi dengan teknologi informasi sebagai perangkat pendukung pengumpulan, pengolahan data, dan penyajian informasi. Hal ini berarti dilakukan pendekatan sistem atas manajemen, melalui sistem informasi manajemen dengan memanfaatkan perangkat komputer. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain jenis data/informasi yang dibutuhkan oleh end-user, arus informasi, pemilihan teknologi informasi yang sesuai, serta kualitas sumber daya manusia yang menanganinya.
           Teknologi informasi khususnya perangkat komputer merupakan alat bantu bagi terlaksananya sistem informasi secara lebih efektif, dan meskipun bukan satu­satunya elemen pokok, tetapi menjadi makin penting peranannya. Sumebr daya manusia (brainware) tetap merupakan elemen yang paling penting dalam sistem informasi. Menurut Murdick, Ross, dan Clagget (1984), peran sebenarnya dari komputer adalah menyajikan informasi untuk pengambilan keputusan dan untuk perencanaan, serta pengendalian operasi. Komputer telah menambah satu atau dua dimensi, seperti kecepatan, ketelitian, volume data yang meningkat, yang memungkinkan pertimbangan alternatif-alternatif yang lebih banyak dalam suatu keputusan. Terdapat enam karakteristik dari jenis informasi yang paling tepat dalam penggunaan komputer, yaitu kecepatan, kualitas, pengulangan, kompleksitas, input yang pasti, dan output yang akurat.
           Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, antara lain jaringan komunikasi data secara on-line, jaringan informasi internasional (internet), teknologi citra image untuk aplikasi berbasis grafis, dan yang memungkinkan penerapan otomatisasi administrasi anatara lain electronic mail dan teleconferencing, dapat menunjang kelancaran manajemen. Namun kemanfaatannya harus dengan arah yang jelas, agar tujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi tidak menjadikannya sebagai penyebab inefesiensi.

Perkembangan teknologi informasi yang oleh sementara pakar disebut sebagai revolusi informasi dan membawa umat manusia meninggalkan abad industri memasuki abad informasi, akan berdampak luas pada semua bidang, baik politik, ekonomi, maupun sosial, termasuk administrasi negara dan administrasi pembangunan. Wriston (1992) mengatakan bahwa sumber kekayaan baru nanti tidak bersifat material, tetapi adalah informasi, yaitu pengetahuan yang diterapkan untuk menghasilkan value. Dampak revolusi informasi terhadap sistem pemerintahan bangsa-bangsa akan sangat luas sebagaimana digambarkan oleh Wriston, bahwa dunia sekarang sedang memasuki akhir atau senjanya kedaulatan (twilight of sovereignty).

Sebagai penutup dari ulasan ini bagi para pembaca dan praktisi ilmu administrasi, perkembangan dan perubahan yang cepat dalam kehidupan manusia harus pula diantisipasi karena akan mempengaruhi dan menyebabkan berubahnya berbagai asumsi, premis, paradigma, dan dalil­dalil yang mengatur kehidupan manusia dan antarmanusia, serta masyarakat dan antarmasyarakat, termasuk hukum­hukum dan pandangan-pandangan dalam ilmu administrasi termasuk administrasi pembangunan.

 

 

===============  &&&&&&&&&& ================