Pada
era globalisasi saat ini dan masa-masa akan datang kompetisi yang
terjadi sudah bersifat global dan adanya perubahan-perubahan kondisi
ekonomi menyebabkan banyak organisasi dari bermacam-macam ukuran
melakukan langkah restrukturisasi. Hal ini mendorong terjadinya
perubahan paradigma organisasi dari tradisional menjadi modern. Kondisi
ini harus benar-benar disadari dan dipersiapkan secara proporsional.
Persiapan ini terutama pada faktor-faktor sumber daya manusia yang
bermutu dengan kualifikasi yang sesuai.
Oleh
karena itu, peningkatan kinerja sumber daya manusia (SDM) merupakan hal
yang sangat penting di dalam usaha memperbaiki pelayanan kepada
masyarakat, sehingga perlu diupayakan secara terus menerus dan
berkesinambungan dalam menghadapi tuntutan masyarakat. Untuk menentukan
hal ini perlu dicari faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:770) kinerja diartikan sebagai: (1)
sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan, (3) kemampuan
kerja. Snell SA (1992:329) menyatakan bahwa “kinerja merupakan kulminasi
dari tiga elemen yang saling berkaitan, yakni keterampilan, upaya,
bersifat eksternal”. Tingkat keterampilan merupakan bahan baku yang
dibawa oleh seseorang ketempat kerjanya, seperti pengetahuan, kemampuan,
kecakapan interpersonal serta kecakapan-kecakapan teknis. Tingkat upaya
dapat digambarkan sebagai motivasi yang diperlihatkan oleh seseorang
untuk menyelesaikan pekerjaan. Sedangkan kondisi-kondisi eksternal
adalah tingkat sejauh mana kondisi-kondisi eksternal mendukung kinerja
seseorang.
Tinggi rendahnya kinerja para pegawai dapat dipengaruhi beberapa faktor antara lain: “kemampuan dan kemauan kerja, fasilitas kerja yang digunakan,
disamping itu juga tepat tidaknya cara yang dipilih perusahaan/instansi
dalam memberikan motivasi kepada karyawan, dengan cara yang tepat dalam
memotivasi karyawan untuk bekerja, semakin terlihat peningkatan
produktivitas sesuai yang diharapkan oleh perusahaan”. (Sinungan,
2000:3). Pendapat tersebut mengatakan bahwa motivasi merupakan salah
satu faktor penting yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja
pengawai.
Faktor
yang diperhitungkan untuk meningkatkan gairah kerja pegawai dalam
lingkungan instansi apapun adalah adanya motivasi dan kemampuan kerja
yang dimiliki pegawainya. Hal ini cukup beralasan sebab kemampuan dan
motivasi kerja merupakan faktor yang mencerminkan sikap dan karakter
seseorang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
Dalam membicarakan kinerja individu banyak faktor yang
mempengaruhi. Hal ini karena terdapat fenomena individual dimana setiap
individu pada dasarnya bersifat unik dan faktor penentu kinerja sangat
beragam. Walaupun demikian ada dua faktor utama sebagai variabel paling
penting dalam menerangkan kinerja seseorang yakni motivasi dan kemampuan.
Kinerja
tidaklah mungkin mencapai hasil yang maksimal apabila tidak ada
motivasi, karena motivasi merupakan suatu kebutuhan di dalam usaha untuk
mencapai tujuan organisasi. Begitu juga berbagai ragam kemampuan
pegawai akan sangat berpengaruh terhadap kinerja mengingat pegawai
merupakan titik sentral dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya,
Sulistiyani
(2003:189) mengatakan bahwa kinerja pegawai akan lebih memberikan
penekanan pada dua faktor utama: (a) keinginan atau motivasi dari
pegawai untuk bekerja yang kemudian akan menghasilkan usaha-usaha
pegawai tersebut, (b) kemampuan dari pegawai untuk bekerja. Hal tersebut
dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan yaitu P=f (m x a). Maksud dari
persamaan ini adalah P= performance (kinerja), M= motivation (motivasi),
dan a= ability (kemampuan).
Rendahnya
motivasi dan kemampuan akan menyebabkan timbulnya kinerja yang rendah
secara menyeluruh. Demikian sebaliknya, skor yang tinggi pada keduanya
akan menghasilkan kinerja yang tinggi secara keseluruhan. Namun skor
yang tinggi pada bidang kemampuan jika motivasinya sangat rendah akan
mengakibatkan kinerjanya rendah. Sama halnya jika motivasinya tinggi
namun kemampuannya sangat rendah kinerja juga akan rendah. Dalam kondisi
dimana seseorang memiliki kemampuan yang sedang-sedang saja relatif
agak rendah namun disertai dengan motivasi yang tinggi, sangat mungkin
akan menunjukkan kinerja yang melebihi kinerja orang lain yang memiliki
kemampuan tinggi tetapi dengan motivasi yang rendah.
Banyak teori yang membahas tentang faktor-faktor motivasi, seperti hirarchy of needs yang dikemukakan oleh Abraham H. Maslow, teori dua faktor Frederick Herzberg, teori ERG Clayton
Alderfer, teori kebutuhan David McClelland, dan teori harapan dari
Vroom, dimana semuanya menjelaskan bahwa faktor-faktor tersebut dapat
mempengaruhi seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Motivasi
adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan
dan mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu.
Merujuk teori Abraham H. Maslow dengan teori hirarchy of needs bahwa
motivasi dipengaruhi oleh adanya dorongan kebutuhan fisiologis,
dorongan kebutuhan keselamatan kerja, dorongan kebutuhan sosial,
dorongan kebutuhan penghargaan, dan dorongan kebutuhan aktualisasi diri,
sedangkan kemampuan (ability) secara psikologis terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowladge + skill). Seberapa besar
pengaruh dorongan dan kemampuan seseorang terhadap kinerjanya.
Berdasarkan
pandangan para ahli, pengertian kemampuan identik dengan pengertian
kreativitas seperti dinyatakan oleh Supriadi (1996:16) bahwa “setiap
orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda-beda”.
Sedangkan Semiawan (1984:8) mengartikan “kreativitas adalah kemampuan
untuk membuat kombinasi-kombinasi baru antar unsur dalam atau hal-hal
yang sudah ada sebelumnya”. Dengan demikian secara operasional
kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan
kelancaran, keluwesan atau fleksibel dan orisionalitas serta kemampuan
mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya dan memperinci) suatu gagasan
dengan dilandasi oleh kreativitas kerja pegawai yang optimal.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah-masalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana peranan kemampuan yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan terhadap kinerja SDM Pemerintah Daerah.2. Bagaimana peranan yang terdiri kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan kerja, kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri terhadap kinerja SDM Pemerintah Daerah.
1.3 Tujuan Membuatan Karya Tulis
Berdasarkan pada perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam seminar ini adalah:
1. Untuk
mengetahui bagaimana peranan kemampuan yang terdiri dari pengetahuan
dan keterampilan terhadap kinerja SDM Pemerintah Daerah.
2. Untuk
mengetahui bagaimana peranan motivasi yang terdiri kebutuhan
fisiologis, keamanan dan keselamatan kerja, kebutuhan sosial,
penghargaan dan aktualisasi diri terhadap kinerja pegawai SDM Pemerintah
Daerah.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Motivasi
Pengertian
motivasi telah banyak dikemukakan oleh beberapa penulis sesuai dengan
tinjauan atau sudut pandang serta tujuan masing-masing. Menurut
Mangkunegara (2005:P.61) “motivasi merupakan kondisi atau energi yang
menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai
tujuan organisasi perusahaan”. Sedangkan Amstrong (1994:P.68) mengatakan
bahwa “motivasi adalah sesuatu yang membuat orang bertindak atau
berperilaku dalam cara-cara tertentu”. Dengan kata lain motivasi adalah
sesuatu yang menggerakkan orang.
Gibson
(1995:P.185) motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang
karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Sedang menurut
pendapat Hamalik (1993;P.72) “motivasi adalah suatu perubahan energi
dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan
dan reaksi untuk mencapai tujuan”.
Sarwoto
(1991:P.136) mengemukakan pengertian motivasi sebagai proses pemberian
motif (penggerak) kerja kepada karyawan sedemikian rupa sehingga mereka
bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi. Sedangkan
Hasibuan (2005:P.95), mengartikan “motivasi adalah pemberian daya
penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau
bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya
upayanya untuk mencapai kepuasan”.
Berdasarkan
pengertian dari para ahli di atas maka disimpulkan bahwa motivasi
sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dari dalam diri pegawai yang
berpengaruh, membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku
berdasarkan lingkungan kerja. Jadi motivasi adalah dorongan dari diri
pegawai untuk memenuhi kebutuhan yang berorientasi kepada tujuan
individu dalam mencapai rasa puas, kemudian diimplimentasikan kepada
orang lain untuk memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat.
2.2. Beberapa Teori Motivasi
Beberapa
teori tentang motivasi yang menerangkan faktor-faktor motivasi dalam
pengaruhnya terhadap produktivitas atau kinerja diantaranya adalah
sebagai berikut.
a. Teori Motivasi Kebutuhan (Hierarchy of needs) dari Abraham H Maslow
Teori
ini dikemukakan oleh Abraham H. Maslow yang menyatakan bahwa manusia
dimotivasi untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri
setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan. Kebutuhan ini terdiri
dari lima jenis dan terbentuk dalam suatu hirarkhi dalam pemenuhannya (hierarchy of needs). Kelima jenis kebutuhan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Sumber: Hariandja, 2002:327
Kelima jenis kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisik (physiological needs)
yaitu kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi
untuk dapat mempertahankan diri sebagai makhluk fisik seperti kebutuhan
untuk makanan, pakaian, dan kebutuhan rawagi lainnya;
2. Kebutuhan rasa aman (safety needs) yaitu
kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan rasa aman dari ancaman-ancaman
dari luar yang mungkin terjadi seperti keamanan dari ancaman orang
lain, ancaman bahwa suatu saat tidak dapat bekerja karena faktor usia,
pemutusan hubungan kerja (PHK) atau faktor lainnya;
3. Kebutuhan sosial (social needs)
yaitu kebutuhan ini ditandai dengan keinginan seseorang menjadi bagian
atau anggota dari kelompok tertentu, keinginan untuk menjalin hubungan
dengan orang lain, dan keinginan membantu orang lain;
4. Kebutuhan pengakuan (esteem needs) yaitu
kebutuhan yang berkaitan tidak hanya menjadi bagian dari orang lain
(masyarakat), tetapi lebih jauh dari itu, yaitu
diakui/dihormati/dihargai orang lain karena kemampuannya atau
kekuatannya. Kebutuhan ini ditandai dengan penciptaan simbol-simbol,
yang dengan simbol itu kehidupannya dirasa lebih berharga. Dengan
simbol-simbol seperti merek sepatu, merek jam dan lainnya merasa bahwa
statusnya meningkat dan dirinya sendiri disegani dan dihormati orang;
dan
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs) yaitu
kebutuhan yang berhubungan dengan aktualisasi/ penyaluran diri dalam
arti kemampuan/minat/potensi diri dalam bentuk nyata dalam kehidupannya
merupakan kebutuhan tingkat tertinggi dari teori Maslow, seperti ikut
seminar, loka karya yang sebenarnya keikutsertaannya itu bukan didorong
oleh ingin dapat pekerjaan, tetapi sesuatu yang berasal dari dorongan
ingin memperlihatkan bahwa ia ingin mengembangkan kapasitas prestasinya
yang optimal.
Pada
prinsipnya teori tingkat kebutuhan menurut Maslow, mengasumsikan bahwa
seseorang akan berusaha memenuhi kebutuhan pokok atau tingkat rendah
terlebih dahulu (fisiologis)
sebelum berusaha memenuhi tingkat yang lebih tinggi, begitu seterusnya
sampai mencapai tingkat kebutuhannya yang tertinggi yaitu aktualisasi
diri (self actualization)
b. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg
Teori
yang dipelopori oleh Frederick Herzberg ini merupakan teori yang
berhubungan langsung dengan kepuasan kerja. Menurut teori ini ada dua
faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang. Kondisi pertama
adalah faktor motivator (motivator factors)
atau faktor pemuas. Menurut Herzberg faktor motivator merupakan faktor
pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri
orang yang bersangkutan (intrinsik) yang mencakup (1) kepuasan kerja itu sendiri (the work it self), (2) prestasi yang diraih (achievement), (3) peluang untuk maju (advancement), (4) pengakuan orang lain (recognition), (5) kemungkinan pengembangan karir (possibility of growth), dan (6) tanggung jawab (responsible).
Faktor kedua adalah faktor pemelihara (maintenance factor) atau hygiene factor
merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk
memelihara keberadaan karyawan. Faktor ini merupakan kebutuhan yang
paling mendasar bagi kehidupan para pegawai, karena faktor maintenance
ini sebagai faktor yang besar tingkat ketidakpuasannya yang bila tidak
dipenuhi sebagaimana mestinya. Faktor ini dikualifikasikan ke dalam
faktor ekstrinsik yang meliputi antara lain, (1) konpensasi, (2) kondisi
kerja, (3) rasa aman dan selamat, (4) supervisi, (5) hubungan antar
manusia, (6) status, dan (7) kebijaksanaan perusahaan.
Berdasarkan
uraian yang telah disebutkan di atas, kiranya tampak dengan jelas bahwa
upaya meningkatkan motivasi kerja dapat dilakukan dengan memasukkan
unsur-unsur yang memotivasi ke dalam suatu pekerjaan seperti membuat
pekerjaan menantang, memberi tanggung jawab yang besar pada pekerja.
c. Teori ERG dari Clayton Alderfer
Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang dikenal dengan teori ERG, yaitu existence, relatedness, dan growth. Secara konseptual teori ERG mempunyai persamaan dengan teori yang dikembangkan oleh Maslow. Existence (eksistensi)
identik dengan kebutuhan untuk mempertahankan keberadaan seseorang
dalam hidupnya. Dikaitkan dengan penggolongan dari Maslow, berkaitan
dengan kebutuhan fisik (fisiologis) dan keamanan. Sedangkan relatedness (hubungan)
berhubungan dengan kebutuhan untuk berintekrasi dengan orang lain.
Dikaitkan dengan penggolongan kebutuhan dari Maslow, meliputi kebutuhan
sosial dan pengakuan. Growth (pertumbuhan) berhubungan dengan kebutuhan pengembangan diri, yang identik dengan kebutuhan self-actualization yang dikemukakan oleh Maslow.
Teori
ERG bahwa jenjang-jenjang bukan merupakan tingkat, tetapi hanya sekedar
pembeda, sehingga setiap orang dapat saja bergelut dalam kebutuhan yang
lebih besar dari satu kebutuhan pada saat yang sama tanpa menunggu
salah satunya terpenuhi terlebih dahulu seperti Maslow.
d. Teori Kebutuhan David McClelland
Menurut McClelland (Hariandja, 2002: 329), yang mengatakan bahwa ada tiga kebutuhan manusia, yaitu:
1. Kebutuhan berprestasi (needs for achievement),
yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan
akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Seorang pegawai yang
mempunyai kebutuhan akan berpartisipasi tinggi cenderung untuk berani
mengambil resiko. Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk
melakukan pekerjaan lebih baik daripada sebelumnya, selalu berkeinginan
mencapai prestasi yang lebih tinggi.
2. Kebutuhan untuk berkuasa (needs for power), yaitu
kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk
mencapai otoritas dan untuk memiliki pengaruh orang lain.
3. Kebutuhan afiliasi (needs for afiliation), yaitu
kebutuhan untuk berhubungan sosial, yang merupakan dorongan untuk
berintekrasi dengan orang lain atau berada bersama orang lain, tidak mau
melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
Ketiga
jenis kebutuhan tersebut bisa dimiliki setiap orang, yang berbeda
hanyalah intensitasnya. Seseorang dapat memiliki kebutuhan prestasi yang
dominan dibandingkan dengan yang lain, sementara pada orang lain yang
dominan mungkin kebutuhan berkuasa. Kebutuhan mana yang dominan pada
seseorang dapat dipengaruhi oleh sistem nilai yang berkembang dalam
masyarakatnya. Misalnya, suatu masyarakat yang sangat menjunjung tinggi
nilai prestasi dapat mempengaruhi anggota masyarakatnya untuk memiliki
kebutuhan yang dominan dalam kebutuhan berprestasi. Misalnya, Indonesia
yang sangat menjunjung tinggi nilai kekeluargaan dapat mempengaruhi
kebutuhan afiliasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan
berprestasi.
Sejalan
dengan teori dan pendapat para ahli yang dikemukakan tadi, maka dalam
penulisan karya tulis ini cenderung menggunakan pendapat/teori Abraham
H. Maslow dengan teori hirarchy of needs karena pendapat tersebut cukup berpengaruh di dalam mendorong kinerja seseorang pegawai.
2.3 Pengertian Kinerja
Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2005:P.570) memberikan defenisi kinerja
diartikan sebagai: (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang
diperlihatkan, (3) kemampuan kerja”. Snell SA (1992:P.329) menyatakan
bahwa “kinerja merupakan kulminasi dari tiga elemen yang saling
berkaitan, yakni keterampilan, upaya, bersifat eksternal”. Tingkat
keterampilan merupakan bahan baku yang dibawa oleh seseorang ketempat
kerjanya, seperti pengetahuan, kemampuan, kecakapan interpersonal serta
kecakapan-kecakapan teknis. Tingkat upaya dapat digambarkan sebagai
motivasi yang diperlihatkan oleh seseorang untuk menyelesaikan
pekerjaan. Sedangkan kondisi-kondisi eksternal adalah tingkat sejauh
mana kondisi-kondisi eksternal mendukung kinerja seseorang.
Kinerja
adalah suatu ukuran yang mencakup keefektifan dalam pencapaian tujuan
dan efesiensi yang merupakan rasio dari keluaran efektif terhadap
masukan yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu (Robbins, 1996:P.24).
Kinerja
diberi batasan oleh Maier sebagai kesuksesan seseorang di dalam
melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Parter dan Lawler
menyatakan bahwa kinerja adalah “succesful role achievent” yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya (as’ad,2003:P.47).
Dari
batasan-batasan tersebut jelas bahwa yang dimaksud dengan kinerja
adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku
untuk pekerjaan yang bersangkutan. Menurut Vroom tingkat sejauh mana
keberhasilan seseorang di dalam melaksanakan tugas pekerjaannya disebut
“level of performance” (As’ad,2003:P.48). Biasanya orang yang mempunyai level of performance tinggi, disebut sebagai orang produktif dan sebaliknya orang yang mempunyai level of performance rendah (tidak mencapai standar) dikatakan sebagai orang yang tidak produktif.
Handoko (1998:P.7) “dua konsepsi utama untuk mengukur kinerja (performance) seseorang
adalah efisiensi dan efektifitas”. Efisiensi adalah kemampuan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar. Efisiensi ini merupakan
konsep matematik atau merupakan perhitungan rasio antara pengeluaran (output) dan masukan (infut). Seorang
pegawai yang efisien adalah seorang yang mencapai keluaran yang lebih
tinggi (hasil, produktifitas, kinerja) dibanding masukan-masukan (tenaga
kerja, bahan, uang, mesin dan waktu). Dengan kata lain, dapat
memaksimumkan keluaran dengan jumlah masukan yang terbatas. Sedangkan
efektifitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau
peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan kata lain, seorang pegawai yang efektif adalah seorang yang dapat
memilih pekerjaan yang harus dilakukan dengan metode (cara) yang tepat
untuk mencapai tujuan.
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Para
pimpinan perusahaan atau kantor sangat menyadari bahwa ada perbedaan
kinerja antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya yang berada di
bawah pengawasannya. Walaupun para pegawai bekerja pada bagian yang
sama, namun produktivitas mereka bisa tidak sama.
Keith Davis (1985:P.484) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Sedangkan Robbins (1996:P.224), bahwa kinerja karyawan itu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: kemampuan (ability), motivasi (motivation), dan kesempatan (opportunity).
Penilaian
kerja pegawai didasarkan atas penilaian dan kemampuan dari karyawan
yang bersangkutan dengan menilai faktor-faktor kemampuan, disiplin, dan
kreativitas. Kinerja merupakan cerminan dari motivasi karyawan yang
dinilai. Jadi tinggi rendahnya kinerja pegawai tergantung dari cerminan
perilaku dan kemampuan (motivasi) pegawai dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya.
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa motivasi dan kemampuan
adalah unsur-unsur yang membentuk kinerja seseorang dalam menjalankan
pekerjaannya atau tugasnya. Untuk kepentingan pendekatan dalam karya
tulis ini, selanjutnya teori dasar yang digunakan sebagai landasan untuk
mengkaji analisis kinerja pegawai dalam hubungannya dengan tupoksi
adalah teori kinerja pegawai (performance) yang diformulasikan oleh
Keith Davis di atas, yaitu Human Performance = Ability + Motivation.
Teori tersebut akan diaplikasikan dengan menggunakan berbagai sumber
rujukan yang telah dimodifikasi sesuai dengan permasalahan yang akan
dikaji. Dengan demikian faktor-faktor motivasi dan kemampuan berpengaruh
terhadap kinerja pegawai.
4. PEMBAHASAN
Salah
satu teori motivasi yang banyak mendapat sambutan yang amat positif di
bidang manajemen organisasi adalah teori Hirarkhi Kebutuhan yang
dikemukakan oleh Abraham H. Maslow. Menurut Maslow setiap individu
memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tersusun secara hirarkhi dari tingkat
yang paling mendasar sampai pada tingkatan yang paling tinggi. Setiap
kali kebutuhan pada tingkatan paling rendah telah terpenuhi maka akan
muncul kebutuhan lain yang lebih tinggi. Pada tingkat yang paling bawah
dicantumkan berbagai kebutuhan dasar yang bersifat biologis, kemudian
pada tingkatan yang lebih tinggi dicantumkan berbagai kebutuhan dasar
yang bersifat sosial. Pada tingkatan yang paling tinggi dicantumkan
kebutuhan untuk mengaktualisasi diri.
1. Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis terhadap Kinerja Pegawai
Pemenuhan
kebutuhan fisiologis dalam karya tulis ini terbukti secara parsial
mampu memberikan konstribusi yang signifikan dalam mempengaruhi motivasi
kerja pegawai dalam meningkatkan kinerja pegawai. Hal ini berarti
faktor pemenuhan kebutuhan fisiologis yang meliputi pendapatan gaji
bulanan, TKPKN, dan lembur. Dengan adanya tiga jenis penghasilan
mempunyai konstribusi yang signifikan dalam meningkatkan kinerja
pegawai. Artinya terdapat kesesuaian antara penghasilan dengan beban
kerja. Dari tahun ke tahun penghasilan pegawai selalu meningkat sebagai
salah satu bentuk reward
akibat bertambahnya beban kerja dan tanggungjawab sehingga secara
keseluruhan memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan
kinerja pegawai.
2. Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan Kerja terhadap Kinerja Pegawai
Pemenuhan
kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja dalam karya tulis ini terbukti
secara parsial mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam
mempengaruhi motivasi kerja pegawai dalam meningkatkan kinerja pegawai.
Hal ini berarti faktor pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan
kerja yang meliputi ketenangan dalam bekerja, kebebasan berpendapat,
kebebasan berinovasi, jaminan kesehatan, jaminan hari tua/pensiun,
kelengkapan fasilitas kerja, lokasi pekerjaan, dan kenyamanan dalam
bekerja mampu memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerjanya.
Setiap
organisasi dan pegawai tentu saja memiliki kebutuhan dan kepentingan
bersama dalam mengusahakan situasi dan kondisi tempat kerja yang nyaman (work place safety),
sebab bila pegawai terjadi cedera, sakit, dan kecelakaan dapat
menurunkan kinerja pegawai yang mengakibatkan pemborosan uang
organisasi. Karena itu setiap kantor harus (a) menyediakan fasilitas
poliklinik yang setiap hari atau waktu-waktu tertentu bisa dimanfaatkan,
(b) menyediakan fasilitas tunjangan pendidikan kepada keluarga pegawai
yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, berupa
bantuan dari dana sosial.
3. Pengaruh Pemenuhan Kebutuhan Sosial terhadap Kinerja Pegawai
Variabel pemenuhan kebutuhan sosial dalam karya tulis ini terbukti secara parsial mampu
memberikan konstribusi yang signifikan dalam mempengaruhi motivasi
kerja pegawai dalam meningkatkan kinerja. Hal ini berarti, kebutuhan
sosial yang meliputi hubungan dengan sesama pegawai, hubungan dengan
atasan, hubungan dengan instansi lain, hubungan dengan pegawai lain pada
bagian lain. Secara fitrah, manusia memerlukan interaksi sosial
sesamanya. Oleh karena itu manusia yang normal pasti membutuhkan
hubungan dengan manusia lainnya, kebutuhan untuk berkumpul, berdiskusi,
bersenda gurau ataupun penyaluran bakat dan minat adalah hal yang
menjadi perhatian dalam suatu organisasi.
Kecakapan
sosial menyangkut soal bagaimana kita menangani suatu hubungan. Dua
unsur terpenting untuk menilai kecakapan sosial seseorang adalah: pertama, empati.
Ini menyangkut kemampuan untuk memahami orang lain, perspektif orang
lain, dan berminat terhadap kepentingan orang lain, juga kemampuan
mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pengguna,
mengatasi keragaman dalam membina pergaulan, mengembangkan orang lain,
dan kemampuan membaca arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan
kekuasaan, dan Kedua, keterampilan
sosial, termasuk dalam hal ini adalah taktik-taktik untuk meyakinkan
orang (persuasi), berkomunikasi secara jelas dan meyakinkan,
bernegoisasi dan mengatasi saling pendapat, dan menciptakan sinergi
kelompok dalam memperjuangkan kepentingan bersama.
4. Pengaruh Kebutuhan Penghargaan terhadap Kinerja Pegawai
Kebutuhan
penghargaan yang meliputi penghargaan atau sanjungan atau pujian dari
atasan, penghargaan berupa promosi jabatan, penghargaan berupa insentif
barang dan penghargaan berupa piagam penghargaan/lencana/piala dapat
memotivasi pegawai untuk meningkatkan prestasi kerja.
5. Pengaruh Aktualisasi Diri terhadap Kinerja Pegawai
Pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri dalam karya tulis ini mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi motivasi kerja pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Kebutuhan aktualisasi diri pegawai yang meliputi keinginan berkarya sesuai dengan keahlian yang dimiliki untuk peningkatan karier dan keberhasilan instansinya, keinginan menyampaikan kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) yang dimiliki kepada orang lain, dan keinginan untuk menemukan dan mengembangkan hal baru atas dasar potensi yang ada dalam dirinya, mampu memotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.
Manusia
merupakan sumber daya paling penting dalam usaha organisasi untuk
mencapai keberhasilan. Sumber daya manusia menunjang organisasi dengan
karya, bakat, kreativitas dan dorongan. Betapapun sempurnanya aspek
teknologi dan ekonomi, tanpa aspek manusia sulit kiranya tujuan
organisasi dapat dicapai. Masyarakat modern menunjukkan perhatian yang
sangat tinggi terhadap aspek manusia. Nilai-nilai manusia (human values) semakin diselaraskan dengan aspek teknologi maupun ekonomi.
Dalam
hubungan dengan motivasi kerja Maslow menyusun sebuah hirarkhi tentang
kebutuhan manusia. Pegawai yang masih berada pada tingkatan pemenuhan
kebutuhan fisik pola motivasinya tentu saja berbeda dengan pegawai yang
sudah sampai pada tahap aktualisasi diri. Bagi mereka yang memiliki
tingkat kebutuhan aktualisasi diri sangat besar, bekerja telah berubah
menjadi sebuah kesenangan dan bekerja bukan lagi dirasakan sebagai
sebuah beban. Namun dengan demikian berarti tugas besar dalam
kepemimpinan ialah sejauhmana para pemimpin dalam suatu organisasi mampu
memindahkan posisi mereka yang dipimpin itu, dari tahap hirarkhi yang
rendah menuju hirarkhi yang tinggi.
Berkaitan
dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah perlu untuk memberikan pemenuhan
kebutuhan aktualisasi diri dengan cara: (a) memberikan kesempatan
seluas-luasnya pada mereka yang memang ingin berkembang. Peluang
pimpinan untuk mendorong peningkatan motivasi kerja pegawai dengan
berlandaskan kepada pemberdayaan pegawai serta pemberian kesempatan yang
lebih luas kepada pegawai untuk bertindak atas inisiatif sendiri., dan
(b) mengupayakan menghindari dan mencegah adanya lingkungan yang suka
menghambat dengan pembuatan perencanaan yang baik dengan melibatkan
seluruh pegawai untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Menutup
uraian pada bagian ini, penilaian kinerja terhadap pegawai dapat
diketahui secara tepat apa yang sedang dihadapi dan target apa yang
harus dicapai. Melalui penilaian kinerja pegawai dapat disusun rencana,
strategi dan penentuan langkah-langkah yang perlu diambil sehubungan
dengan pencapaian tujuan karier yang diinginkan. Bagi pihak manajemen
kinerja pegawai sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti
promosi dan pengembangan karier, mutasi, penyesuaian kompensasi,
kebutuhan pelatihan dan mempertahankan status organisasi yang telah
diperoleh.
Berdasarkan
manfaat di atas dapat dikatakan bahwa penilaian kinerja yang dilakukan
secara tidak tepat akan sangat merugikan pegawai dan organisasi.
Karyawan dapat menurun motivasi kerjanya karena hasil penilaian kinerja
yang tidak sesuai dengan hasil kerjanya. Dampak motivasi karyawan yang
menurun adalah ketidakpuasan kerja yang pada akhirnya akan sangat
mempengaruhi kinerja pegawai. Bagi organisasi, hasil penilaian kinerja
yang tidak tepat, misalnya kondisi kerja yang tidak mendukung, akan
menurunkan kualitas organisasi tersebut. Kualitas yang menurun pada
akhirnya akan mempengaruhi hasil kinerja organisasi, dan tujuan
organisasi jadi tidak maksimal.
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian-uraian sebelumnya, berikut disimpulkan bahwa secara keseluruhan
motivasi yang terdiri dari fisiologis keamanan dan keselamatan,
kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri berperan terhadap
kinerja SDM Pemerintah Daerah.
5.2 SARAN
Berdasarkan
kesimpulan dari hasil karya tulis di atas, untuk meningkatkan kemampuan
dan motivasi kerja dalam rangka peningkatan kinerja SDM Pemerintah
Daerah disarankan untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Untuk
meningkatkan pengetahuan pegawai perlu diberikan kesempatan kepada para
pegawai yang memenuhi syarat untuk mengikuti studi lanjut baik dalam
maupun luar negeri, karena organisasi Pemerintah Daerah yang begitu
besar dan cakupan yang luas diperlukan SDM yang berkualitas tinggi untuk
dapat mengikuti perkembangan dunia yang dimanis.
2. Dari
aspek keterampilan para pegawai dapat diikut-sertakan dalam
kegiatan-kegiatan pelatihan/kursus yang berkaitan dengan bidang tugas.
Setiap SKPD harus mempunyai karakteristik yang berbeda dengan SKPD lain,
sehingga perlu keterampilan khusus, seperti diklat bendaharawan, diklat
pengadaan barang/jasa, dan lain-lain.
3. Dalam
rangka pemenuhan kebutuhan fisiologis seyogyanya mengupayakan
peningkatan secara kualitas dan kuantitas perlu menerapkan sistem reward and punishment berdasarkan pencapaian kinerja pegawai.
DAFTAR PUSTAKA
As’ad, Moh. 2003. Psikologi Industri. Edisi keempat. Liberty Yogyakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 3. Balai Pustaka Jakarta.
Dharma, Agus. 1985. Manajemen Prestasi Kerja. Edisi Pertama Rajawali, Jakarta.
Gibson, James L., Ivancevich, Donnelly, Jr, 1995. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Edisi I. Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Hamalik, Oemar. 1993. Psychologi Manajemen. Tri Gendakarya, Bandung.
Handoko, Hani. 2002. Manajemen Personalia. BPFE, Yogyakarta.
Hariandja, Marihot, T.E. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Grasindo.
Jakarta.
Jakarta.
Mangkunegara, A. Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM, Refika Aditama, Bandung.
Mangunhardjana, A.M. 1986. Mengembangkan Kreativitas, Terjemahan dari David
Cambell. Kanisius, Jakarta.
Robbins, Stephen. P., 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Alih
bahasa: Hadyana. Preinhallindo, Jakarta.
Sarwoto, 1992. Dasar-dasar dan Manajemen. Chalia Indonesia, Jakarta
bahasa: Hadyana. Preinhallindo, Jakarta.
Sarwoto, 1992. Dasar-dasar dan Manajemen. Chalia Indonesia, Jakarta
Semiawan, Conny, 1984. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Gramedia Jakarta.
Snell, SA., 1992. Diagnosis Kinerja: Mengenali Penyebab Kinerja Buruh. Dalam A.
Dale Tample (ED). Seri Ilmu dan Manajemen Bisnis Kinerja. Alih bahasa
Cikmat, Elex MK., Jakarta.
Dale Tample (ED). Seri Ilmu dan Manajemen Bisnis Kinerja. Alih bahasa
Cikmat, Elex MK., Jakarta.
Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Supriadi, Dedi, 1996. Kreativitas Kebudayaan dan Perkembangan Iptek, Alfabetha Bandung.
Swasto, Bambang, 1996. Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengaruhnya
terhadap Kinerja dan Imbalan, Cetakan Pertama. Universitas Brawijaya Malang.