Selasa, 13 November 2012

Kewenangan Penilaian BMD dan Pelaksanaan Sewa BMD

Kewenangan Penilaian BMD dan Pelaksanaan Sewa BMD

Di indonesia—sebagai penganut sistem hukum yang menempatkan asas legalitas (wetmatigheid) sebagai aspek paling elementer dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan hukum. Dengan kata lain, secara keseluruhan pemerintah bekerja untuk menyelenggarakan hukum, karena hukum selain sebagai norma yang mengatur apa yang mesti diselenggarakan, juga mengatur bagaimana diselenggarakan. Tata kelola pemerintahan yang baik tentu harus dibangun berdasarkan ketentuan yang memadai, karena tanpa ketentuan yang memadai akan timbul ketidakpastian hukum yang pada gilirannya berdampak pada timbulnya persoalan dalam penyelenggaraan hukum (penyelenggaraan pemerintahan) itu sendiri. Tentu ada yang dinamakan mengisi kekosongan hukum, akan tetapi tidaklah sembarangan dapat diterapkan, selain subjek hukum yang dapat melakukannya terbatas, juga dalam prosesnya tidaklah mudah.  Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya di bidang pengelolaan kekayaan Daerah Pemerintah Daerah didukung oleh perangkat perundang-undangan—baik yang secara langsung mengatur untuk itu maupun yang secara tersirat—meliputi dan tidak terbatas pada, UUD 1945, Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Daerah, Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah/ Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2008 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah/ Daerah. Yang mana, mengingat asas, Binding Force of Precedent, setiap ketentuan tersebut terikat oleh ketentuan lainnya, yang berarti bahwa keharmonisan antar aturan tersebut ada, dan jika terdapat ketidakharmonisan maka diselesaikan dengan menerapkan asas-asas hukum yang diakui.

Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah/ Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2008 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah/ Daerah, sebagai legi inferiori, merupakan penjabaran lebih lanjut atas ketentuan perundang-undangan di atasnya. Di dalamnya diatur ketentuan umum pengelolaan BMN/D, dan secara lebih khusus—untuk hal-hal menyangkut pengelolaan BMD dijabarkan kembali ke dalam peraturan yang lebih aplikatif yaitu Peraturan Menteri Dalam, yang salah satunya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Kendati secara tersirat diatur dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 bahwa Peraturan Menteri tidak termasuk dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan, namun kedudukannya sebagai aturan pelaksanaan atas Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2008, tetaplah mengikat sepanjang secara ketat sesuai dengan ketentuan di atasnya. Nah, terkait dengan hal inilah timbul begitu banyak rupa permasalahan dengan penyelesaian yang seharusnya sederhana namun oleh karena banyaknya kepentingan menimbulkan perdebatan yang tak berujung. Salah satu permasalahan yang riskan timbul adalah dalam hal kewenangan penilaian terkait pelaksanaan penyewaan BMD oleh pengguna barang. Hal ini penting mengingat kaitannya dengan penetapan besaran tarif sewa, yang berhadapan langsung dengan apa yang disebut kerugian Daerah. Tentu perdebatanya berada pada tataran, siapa bertanggung jawab atas itu?
 

Penilaian Terkait Pemanfaatan Sesuai Peraturan Pemerintah

 Pada pasal 39 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2008 disebutkan bahwa:

Penilaian barang milik negara/daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota, dan dapat melibatkan penilai independen yang ditetapkan oleh gubernur/ bupati/walikota”.

Yang dimaksud dengan penilai independen adalah penilai yang bersertifikat dibidang penilaian aset yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.

Kemudian pada ayat (4), disebutkan bahwa:

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi penjualan barang milik Daerah berupa tanah yang diperlukan untuk pembangunan rumah susun sederhana.

Dari kedua ayat di atas, yang dipetik secara utuh dari Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2008, secara jelas dimaknai sebagaimana tersurat—diatur bahwa kewenangan penilaian atas pemanfaatan BMD dengan kondisi apapun berada pada penilai internal yang ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dan dapat melibatkan penilai eksternal yang ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota, kecuali atas apa yang diatur pada ayat (4) di atas. Kondisi apapun disini berarti termasuk didalamnya segala variasi jenis pemanfaatan sebagimana diatur dalam  pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2008, yaitu:
Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik Daerah/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.”

Dan termasuk di dalamnya adalah varian yang timbul berdasarkan letak kewenangan yakni pada pengelola barang atau pada pengguna barang.
 

Penilaian Terkait Penyewaan BMD Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri

 Pada pasal 52 ayat (1)  s/d ayat  (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri  nomor 17 Tahun 2007, disebutkan bahwa:
(1)  Penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, dilaksanakan oleh tim yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dan dapat melibatkan penilai independen yang bersertifikat dibidang penilaian aset.
(2)  Penilaian barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar dengan estimasi terendah menggunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
(3)  Hasil penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
 
Dalam lampiran I Peraturan Menteri Dalam Negeri  nomor 17 Tahun 2007, bagian X, angka 2, huruf a s/d huruf e, disebutkan bahwa:
a  Pelaksanaan penilaian barang milik daerah dilakukan oleh Tim yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dan dapat melibatkan dengan lembaga independen bersertifikat dibidang penilaian asset;
b. Lembaga independen bersertifikat dibidang penilaian aset adalah perusahaan penilai yang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Penilaian barang milik daerah yang dilaksanakan oleh Panitia penilai, khusus untuk tanah dan/atau bangunan, dilakukan dengan estimasi terendah menggunakan Nilai Jual Objek Pajak sehingga diperoleh nilai wajar;
d. Penilaian barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan berdasarkan nilai perolehan dikurangi penyusutan serta memperhatikan kondisi fisik aset tersebut;
e. Penilaian barang milik daerah yang dilaksanakan oleh Lembaga Independen yang bersertifikat dibidang penilaian aset, dilakukan dengan pendekatan salah satu atau kombinasi dari data pasar, kalkulasi biaya dan kapitalisasi pendapatan serta dilakukan sesuai standar penilaian Indonesia yang diakui oleh Pemerintah.


Penilaian Terkait Penyewaan BMD Sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Barat,

 Pada pasal 54 ayat (1)  s/d ayat  (4) Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Barat Nomor 5 tahun 2010, disebutkan bahwa:

(1) Penilaian  barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh Tim Penilai yang ditetapkan oleh Bupati  dan dapat melibatkan  penilai independen bersertifikat di bidang penilaian aset.

(2) Penilaian  barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada  ayat (1), dilaksanakan   untuk mendapat  nilai wajar dengan estimasi terendah menggunakan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

(3) Penilaian barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh Tim Penilai yang ditetapkan oleh pengelola dan dapat melibatkan penilai  independen.

(4) Hasil penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), ditetapkan oleh Bupati.



Jika dimaknai sebagaimana adanya, ketiga regulasi tersebut memiliki bobot nilai dan pengakuan yang sama, yaitu pelaksanaan Penilaian Barang Milik Daerah dilaksanakan oleh Tim yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dan dapat melibatkan penilai eksternal yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. Sejalan dengan hal tersebut diatas maka baik Pengelola maupun Pengguna Barang dalam melaksanakan tata kelola Barang Milik daerah mestinya mengikuti regulasi yang ada sehingga dalam perjalanan tidak menimbulkan multitafsir.



Polimik multi tafsir pengelolaan Barang Milik Daerah khususnya pemanfaatan muncul ketika pelaksanaan tidak sesuai dengan regulasi yang digariskan akan tetapi berdasarkan pada pesan sponsor atau keinginan, kelompok tertentu. Hal ini tentunya tidak boleh terjadi karena dalam pengelolaan Barang Milik Daerah semua keputusan  menurut hemat  penulis harus dikembalikan kepada Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Barang Milik Daerah yaitu Kepala Daerah. Hal ini sejalan dengan ketentuan pengelolaan Barang Milik daerah bahwa Kepala Daerah  adalah pemegang Kekuasaan pengelolaan Barang Milik Daerah, dan dalam melaksanakan kekuasaan tersebut Kepala Daerah dibantu oleh 1). Sekretaris Daerah sebagai pengelola, Kepala SKPD yang membidangi Pengelolaan Aset sebagai Pembantu pengelola, Kepala SKPD sebagai Pengguna Barang, Penjabat Penyimpan dan pengurus Barang SKPD.



Terkait dengan pelaksanaan Sewa Barang Milik Daerah


Pengaturan tentang prosedur pelaksanaan sewa Barang Milik Daerah diatur sebagai berikut :


Dalam pasal 21 dan pasal 22 Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 menyebutkan bahwa

Pasal 21  ayat (1) huruf b s/d huruf d, ayat (3) dan ayat (4)


(1) Penyewaan barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan bentuk:

b.     penyewaan barang milik daerah atas tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada gubernur/bupati/walikota;

c.      penyewaan atas sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh pengguna barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3);

d.     penyewaan atas barang milik negara/daerah selain tanah dan/atau bangunan.

(3) Penyewaan atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan gubernur/ bupati/walikota.

(4)  Penyewaan atas barang milik negara /daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d, dilaksanakan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan dari pengelola barang.



Pasal 22


(1)  Barang milik negara/daerah dapat disewakan kepada pihak lain sepanjang menguntungkan negara/daerah.

Pemanfaatan barang milik daerah, selain penyewaan dapat dipungut retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

(2)  Jangka waktu penyewaan barang milik negara/daerah paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang.

(3)  Penetapan formula besaran tarif sewa dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.     barang milik negara oleh pengelola barang;

b.     barang milik daerah oleh gubernur/bupati/walikota.

 (4)     Penyewaan dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian sewa-menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat:

a.     pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;

b.     jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu;

c.      tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selamajangka waktu penyewaan;

d.     persyaratan lain yang dianggap perlu.

Cukup jelas.

(5) Hasil penyewaan merupakan penerimaan negara/daerah dan seluruhnya wajib disetorkan ke rekening kas umum negara/daerah.

Uang sewa dibayar dimuka sesuai dengan jangka waktu penyewaan.



Dalam  Pasal  33   Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  17 tahun 2007 menyebutkan bahwa :

(1) Barang milik daerah baik barang bergerak maupun tidak bergerak yang belum dimanfaatkan oleh pemerintah daerah, dapat disewakan kepada Pihak Ketiga sepanjang menguntungkan daerah.

(2) Barang milik daerah yang disewakan, tidak merubah status kepemilikan barang daerah.

(3) Penyewaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan dari Kepala Daerah.

(4) Penyewaan barang milik daerah atas sebagian tanah dan/atau bangunan, selain tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan oleh pengguna, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan dari pengelola.

(5) Jangka waktu penyewaan barang milik daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.

(6) Penyewaan dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian sewa-menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat:

a.  pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;

b.  jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu;

c.  tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu penyewaan; dan

d.            persyaratan lain yang dianggap perlu.

(7) Hasil penerimaan sewa disetor ke Kas Daerah.



Dalam Pasal 33 Peraturan Daerah kabupaten Manggarai Barat menyebutkan bahwa :

(1)   Barang milik daerah, baik barang bergerak maupun tidak bergerak yang  belum dimanfaatkan oleh  pemerintah daerah, dapat disewakan kepada pihak ketiga sepanjang menguntungkan daerah.

(2)   Barang milik daerah yang disewakan, tidak mengubah status kepemilikan barang milik daerah.

(3)   Penyewaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan Bupati.

 (4) Penyewaan barang milik daerah  selain tanah dan/atau  bangunan dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan  pengelola.

(5)   Barang milik daerah yang disewakan kepada pihak ketiga dan/atau pihak ketiga berkeinginan untuk melakukan renovasi, wajib mendapat persetujuan Bupati melalui pengelola dan ditetapkan dengan Keputusan Pengelola.

(6)   Renovasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), teknis pelaksanaan dilakukan oleh tim teknis pemerintah daerah yang dibentuk dengan keputusan pengelola.

(7)   Jangka waktu penyewaan barang milik daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.

 (8)  Penyewaan  dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian sewa menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat :

a.  pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;

b.  jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa dan jangka waktu;

c.   tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu penyewaan;

d.  persyaratan lain yang dianggap perlu.

(9)       Hasil  penerimaan sewa disetor ke Kas  Daerah.


Mengacu pada ketentuan tersebut diatas maka dapat dijelaskan bahwa sewa barang milik daerah berupa tanah dan bangunan hanya dapat dilaksanakan oleh Pengelola atas Persetujuan Kepala Daerah. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang menyatakan bahwa Barang milik Daerah yang tidak  digunakan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi SKPD, oleh SKPD diserahkan kepada Pengelola.


Perlu disadari bahwa dalam hal sewa barang milik daerah yang perlu diperhatikan adalah obyek dan subyek, jenis dan jumlah barang yang disewakan serta barang tersebut tidak dimanfaatkan lagi untuk pelaksanaan tupoksi SKPD, disamping itu Barang Milik daerah yang disewakan harus menguntungkan Pemerintah Daerah.

Menguntungkan disini tidak hanya dilihat dari sisi komersialnya akan tetapi juga diperhatikan dari sisi pelayanan sistem kepemerintahan dan pelayanan kemasyarakatan sesuai tujuan utama pembentukan pusat  Pemerintahan bahwa dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan kesejateraan masyarakat.





==============    semoga  bermanfaat   ====================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar