TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN TUNTUTAN GANTI RUGI
oleh Salvador Pinto
A. UMUM
Ketentuan mengenai
penyelesaian maupun pengenaan ganti kerugian negara/daerah diatur dalam
Bab IX Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara, Bab XI
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta
dalam Bab V Undang¬Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
1. Penyelesaian Kerugian Daerah
Penyelesaian kerugian daerah adalah sebagai berikut :
a. Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar
hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang
karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban
yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan negara, wajib
menggantikan kerugian tersebut.
c.
Setiap pimpinan kementrian negara/lembaga/kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah
mengetahui bahwa dalam kementrian negara/lembaga/SKPD yang
bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
d.
Setiap kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau oleh
kepala SKPD kepada gubernur/bupati/walikota dan diberitahukan kepada BPK
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian daerah itu
diketahui.
e.
Segera setelah kerugian daerah diketahui, kepada bendahara, pegawai
negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata¬nyata melanggar
hukum dapat segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau
pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia
mengganti kerugian daerah dimaksud.
f. Jika surat
keterangan tanggung jawab mutlak (SKTJM) tidak mungkin diperoleh atau
tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah, maka gubernur/
bupati/walikota yang bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan
pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.
g.
Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK.
Apabila dalam pemeriksaan kerugian daerah ditemukan unsur pidana, maka
BPK menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
h.
Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan
bendahara, atau pejabat lain ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/ bupati/walikota. Tatacara tuntutan ganti kerugian
negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.
i.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang telah
ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenakan
sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Putusan pidana tidak
membebaskan dari tuntutan ganti rugi.
2. Pengenaan Ganti Kerugian Negara/Daerah
Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara adalah sebagai berikut :
a.
BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu
pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi,
setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang
merugikan keuangan daerah,
b.
Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK
dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima surat keputusan
tersebut di atas.
c.
Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan ditolak,
BPK menetapkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian daerah
kepada bendahara yang bersangkutan,
d.
Gubernur/bupati/walikota melaporkan penyelesaian kerugian daerah kepada
BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah diketahuinya
kerugian daerah dimaksud.
Tatacara tuntutan
ganti kerugian negara/daerah maupun pengenaan ganti kerugian
negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain
diatur dengan peraturan pemerintah yang merupakan petunjuk pelaksanaan
ketiga paket undang-undang di atas. Ketentuan tersebut diharapkan dapat
digunakan oleh pihak¬pihak yang terkait dalam menangani dan
menyelesaikan kerugian negara/daerah yang semakin hari semakin bertambah
besar, sehingga dapat diantisipasi terjadinya kerugian daerah, dicegah
penyelesaian kerugian daerah yang berlarut-larut, serta dipercepat
proses pemulihan kerugian daerah maupun diperkecil terjadinya kerugian
daerah.
BPK memantau
penyelesaian pengenaan ganti kerugian daerah terhadap pegawai negeri
bukan bendahara dan/atau pejabat lain pada
kementerian/lembaga/pemerintah daerah.
Perlu dikemukakan di
sini, sambil menunggu terbitnya peraturan pemerintah sebagai petunjuk
pelaksanaan ketiga ketentuan di atas, dalam modul ini (subbab C sampai
dengan sub bab M) masih digunakan ketentuan lama yaitu Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Ganti Rugi dan Tuntutan
Perbendaharaan Keuangan dan Barang Daerah.
B. DASAR-DASAR PENGERTIAN YANG DIGUNAKAN
1. Pengertian Merugikan
Merugikan
dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan
norma-norma yang harus dilaksanakan dalam pergaulan masyarakat dan
bernegara, terhadap pribadi atau badan dan harta benda orang lain.
2. Pengertian Kerugian Daerah
Pengertian
kerugian negara/daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah “berkurangnya
kekayaan negara/daerah yang disebabkan oleh suatu tindakan melawan
hukum, penyalahgunaan wewenang/kesempatan atau sarana yang ada pada
seseorang karena jabatan atau kedudukan, kelalaian seseorang dan atau
disebabkan oleh keadaan di luar kemampuan manusia (force majeure)”.
3. Sifat dan Bentuk Kerugian Daerah
a. Ditinjau dari pelakunya
1) Bendahara, yang melakukan perbuatan :
a) Tidak melakukan pencatatan dan penyetoran atas penerimaan uang/barang,
b) Tidak melakukan pencatatan atas penerimaan/ pengeluaran uang/barang,
c) Membayar/memberi/mengeluarkan uang/barang kepada pihak yang tidak berhak dan/atau secara tidak sah,
d) Tidak membuat pertanggungjawaban keuangan/ pengurusan barang,
e) Menerima dan menyimpan uang palsu,
f) Korupsi, penyelewengan, penggelapan,
g) Kecurian, penodongan, perampokan dan/atau kolusi,
h) Pertanggungjawaban atau laporan yang tidak sesuai dengan kenyataan,
i) Penyalahgunaan wewenang/jabatan,
j) Tidak melakukan tugas yang menjadi tanggung jawabnya (wajib pungut pajak),
2) Pegawai negeri bukan bendahara yang melakukan perbuatan :
a) Korupsi, penyelewengan, penggelapan.
b) Penyalahgunaan wewenang dan jabatan.
c) Pencurian dan penipuan.
d) Merusak, menghilangkan barang inventaris milik daerah.
e) Menaikkan harga, merubah kualitas/mutu.
f) Meninggalkan tugas dan atau pekerjaan setelah selesai melaksanakan tugas belajar.
g) Meninggalkan tugas belajar sebelum selesai batas waktu yang telah ditentukan.
3) Pihak ketiga, karena melakukan perbuatan :
a) Tidak menepati janji/kontrak (wanprestasi).
b) Pengiriman barang yang mengalami kerusakan karena kesalahannya.
c) Penipuan, penggelapan dan perbuatan lainnya yang secara langsung atau tidak langsung menimbulkan kerugian bagi daerah.
b. Ditinjau dari sebabnya
1) Perbuatan manusia yang disebabkan karena :
a) Kesengajaan.
b) Kelalaian, kealpaan, kesalahan.
c) Di luar kemampuan si pelaku.
2) Karena kejadian alam :
a) Bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir dan kebakaran.
b) Proses alamiah seperti membusuk, mencair, menyusut, menguap, menguraikan dan dimakan rayap.
c. Ditinjau dari waktu terjadinya kerugian daerah
Tinjauan
dari waktu di sini dimaksudkan untuk memastikan apakah suatu peristiwa
kerugian negara/daerah masih dapat dilakukan penuntutannya atau tidak,
baik terhadap bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pihak
ketiga.
Dalam hal tuntutan ganti rugi, perlu diperhatikan ketentuan daluwarsa sebagai berikut :
1) 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut, atau
2) 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
3)
Dalam hal bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain
yang dikenai tuntutan ganti rugi daerah berada dalam pengampuan,
melarikan diri atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan
terhadapnya beralih kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli warisnya.
Tanggung jawab pengampu/ahli warisnya untuk membayar ganti rugi daerah
menjadi hapus, apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan
pengadilan yang menetapkan pengampuan, atau yang memperoleh hak/ahli
waris tidak diberitahu oleh pejabat yang berwenang mengenai adanya
kerugian daerah.
Setelah
lewat batas-batas waktu daluwarsa tersebut di atas, tidak dapat lagi
dilakukan tuntutan ganti rugi. Oleh karena itu mengingat batas waktu
daluwarsa yang relatif singkat, maka setiap ada kerugian negara/daerah
wajib segera dilakukan pemrosesan tuntutan ganti rugi.
C. TATA CARA PENYELESAIAN KERUGIAN KEUANGAN DAERAH
1. Melalui Upaya Damai
Penyelesaian
kerugian keuangan daerah melalui upaya damai dilakukan apabila
penggantian kerugian keuangan daerah dilakukan secara tunai sekaligus
dan angsuran dalam jangka waktu selambat¬lambatnya 2 (dua) tahun dengan
menandatangani Surat Keterangan Tanggung jawab Mutlak (SKTJM)
2. Melalui Tuntutan Perbendaharaan
Penyelesaian
kerugian keuangan daerah melalui proses Tuntutan Perbendaharaan
dilakukan apabila upaya damai yang dilakukan secara tunai sekaligus atau
angsuran tidak berhasil.
Proses
penuntutannya merupakan kewenangan kepala daerah melalui Majelis
Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan
dan Barang Daerah (Majelis Pertimbangan).
Apabila
pembebanan perbendaharaan telah diterbitkan, kepala daerah melakukan
eksekusi keputusan dimaksud dan membantu proses pelaksanaan
penyelesaiannya.
3. Melalui Tuntutan Ganti Rugi
Penyelesaian
kerugian keuangan daerah melalui proses Tuntutan Ganti Rugi dilakukan
apabila upaya damai yang dilakukan secara tunai sekaligus atau angsuran
tidak berhasil. Proses penuntutannya menjadi wewenang kepala daerah
melalui Majelis Pertimbangan.
Tuntutan Ganti Rugi baru dapat dilakukan apabila:
a.
Adanya perbuatan melanggar hukum, kesalahan atau kelalaian pegawai
negeri termasuk melalaikan kewajibannya yang berhubungan dengan
pelaksanaan fungsi atau status dalam jabatannya,
b.
Pegawai negeri yang bersangkutan dalam melakukan perbuatan melanggar
hukum/kesalahan itu tidak berkedudukan sebagai bendahara,
c. Pemerintah daerah baik secara langsung maupun tidak langsung telah dirugikan oleh perbuatan melanggar hukum/kelalaian itu.
Apabila
pembebanan ganti rugi telah diterbitkan, Kepala Daerah melakukan
eksekusi keputusan dimaksud dan membantu proses pelaksanaan
penyelesaiannya.
4. Melalui Cara Lain
Apabila
pelaku kerugian daerah ternyata ingkar janji (wanprestasi), maka daerah
dapat melakukan dengan cara tagihan secara paksa melalui Badan/Instansi
penagih yang berwenang setelah diputuskan kepala daerah bahwa tagihan
akan/telah macet.
D. TUNTUTAN PERBENDAHARAAN (TP)
Tuntutan
perbendaharaan adalah suatu tata cara perhitungan terhadap bendahara,
jika dalam pengurusannya terdapat kekurangan perbendaharaan dan kepada
bendahara yang bersangkutan diharuskan mengganti kerugian.
Tuntutan ini berlaku
untuk bendahara yang dalam hal ini adalah seseorang yang ditugaskan
untuk menerima, menyimpan dan membayar atau menyerahkan uang daerah,
surat-surat berharga dan barang milik daerah, serta bertanggung-jawab
kepada kepala daerah. Yang merupakan objek dari penuntutan ini adalah
adanya kekurangan perbendaharaan yang pada dasarnya merupakan selisih
kurang antara saldo buku kas dengan saldo fisik kas.
1. Penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan
Dalam
hal ini dapat diselesaikan melalui 4 (empat) cara, yaitu: upaya damai,
tuntutan perbendaharaan biasa, tuntutan perbendaharaan khusus, dan
pencatatan.
a. Upaya Damai
1)
Penyelesaian tuntutan perbendaharaan sedapat mungkin dilakukan dengan
upaya damai oleh bendahara/ahli waris/pengampu, baik melalui pembayaran
sekaligus (tunai) atau angsuran. Pelaksanaan upaya damai ini dilakukan
oleh Badan Pengawas Daerah (Bawasda). Dalam hal penyelesaian kerugian
daerah dilaksanakan melalui cara mengangsur, maka terlebih dahulu harus
dibuat Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM).
2)
Apabila pembayaran dilakukan secara angsuran, maka dapat dilakukan
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak ditanda
tanganinya SKTJM dan harus disertai jaminan barang yang nilainya cukup.
3) Pembayaran
angsuran yang dilakukan melalui pemotongan gaji/penghasilan harus
dilengkapi dengan surat kuasa pemotongan, jaminan barang beserta surat
kuasa pemilikan yang sah, dan surat kuasa untuk menjual.
4)
Apabila bendahara tidak dapat melaksanakan pembayaran angsuran dalam
waktu yang ditetapkan dalam SKTJM, maka barang jaminan pembayaran
angsuran dapat dijual sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5)
Apabila terdapat kekurangan dari hasil penjualan barang jaminan seperti
yang dimaksud di atas, maka kekurangan tersebut tetap menjadi kewajiban
bendahara yang bersangkutan. Sebaliknya apabila terdapat kelebihan dari
hasil penjualan barang jaminan, maka akan dikembalikan kepada bendahara
yang bersangkutan.
6) Pelaksanaan keputusan tuntutan perbendaharaan (eksekusi) dilakukan oleh majelis pertimbangan.
b. Tuntutan Perbendaharaan Biasa
1) Dilakukan atas dasar perhitungan yang diberikan oleh Bendahara yang bersangkutan kepada kepala daerah.
2) Bendahara bertanggung jawab atas kekurangan
perbendaharaan
yang terjadi dalam pengurusannya, kecuali apabila ia dapat memberikan
pembuktian bahwa ia bebas dari kesalahan atau kelalaian atas kekurangan
perbendaharaan tersebut.
3) Apabila dalam
pemeriksaan oleh bawasda terhadap bendahara terbukti bahwa kekurangan
perbendaharaan tersebut dilakukan oleh beberapa pegawai atau atasan
langsung, maka kepada yang bersangkutan dikenakan tanggung jawab renteng
sesuai dengan bobot keterlibatan dan tanggung jawabnya, urutan
inisiatif dan kelalaian atau kesalahannya.
4) Proses
tuntutan perbendaharaan dimulai dengan suatu pemberitahuan tertulis dari
kepala daerah kepada pihak yang akan dituntut, dengan menyebutkan :
a) Identitas pelaku.
b) Jumlah kekurangan perbendaharaan yang diderita oleh daerah yang harus diganti.
c) Sebab-sebab serta alasan penuntutan dilakukan.
d) Tenggang waktu 14 (empat belas) hari yang diberikan untuk mengajukan keberatan/ pembelaan diri.
5) Apabila
bendahara tidak mengajukan keberatan/pembelaan diri sampai dengan batas
waktu yang ditetapkan atau telah mengajukan pembelaan diri tetapi tidak
dapat membuktikan bahwa ia bebas sama sekali dari kesalahan/kelalaian,
maka kepala daerah menetapkan Surat Keputusan Pembebanan.
6) Berdasarkan
Surat Keputusan Pembebanan Kepala Daerah, bagi bendahara yang telah
mengajukan keberatan tertulis akan tetapi kepala daerah tetap
berpendapat bahwa yang bersangkutan salah/lalai dan dengan demikian
tetap membebankan penggantian kekurangan perbendaharaan kepadanya, dapat
mengajukan permohonan banding kepada pejabat yang berwenang
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterima surat keputusan
pembebanan oleh yang bersangkutan.
7) Keputusan
kepala daerah mengenai pembebanan kekurangan perbendaharaan mempunyai
kekuatan hukum yang pelaksanaannya dapat dilakukan dengan cara
pemotongan gaji dan penghasilan lainnya. Pelaksanaan pemotongan gaji dan
penghasilan lainnya dapat dilakukan dengan cara mengangsur dan dilunasi
selambat-lambatnya dalam 2 (dua) tahun.
8) Keputusan pembebanan tetap dilaksanakan, meskipun yang bersangkutan naik banding.
9) Keputusan tingkat
banding dari pejabat yang berwenang dapat berupa memperkuat atau
membatalkan surat keputusan pembebanan atau merubah besarnya jumlah
kerugian yang harus dibayar oleh bendahara.
c. Tuntutan Perbendaharaan Khusus
1)
Apabila seorang bendahara meninggal dunia, melarikan diri atau berada
di bawah pengampuan dan lalai membuat perhitungan setelah ditegur 3
(tiga) kali berturut-turut, maka pada kesempatan pertama atasan langsung
atas nama kepala daerah melakukan tindakan pengamanan untuk menjamin
kepentingan daerah berupa :
a) Buku Kas dan semua buku bendahara diberi garis penutup
b) Semua uang,
surat dan barang berharga, surat-surat bukti maupun buku-buku
disimpan/dimasukkan ke dalam lemari besi dan disegel. Tindakan-tindakan
di atas harus dituangkan dalam Berita Acara Penyegelan dan disaksikan
oleh ahli waris (bagi yang meninggal dunia), keluarga dekat (bagi yang
melarikan diri) atau pengampu/kurator (dalam hal bendahara berada di
bawah pengampuan).
2) Atas dasar
laporan atasan langsung, kepala daerah menunjuk pegawai (atas saran
majelis pertimbangan) yang ditugaskan untuk membuat perhitungan
ex-officio. Biaya pembuatan perhitungan ex-officio dibebankan kepada
bendahara yang bersangkutan, ahli waris atau pengampunya. Besarnya biaya
pembuatan perhitungan ex-officio ditetapkan oleh kepala daerah.
3) Hasil
perhitungan ex-officio satu eksemplar diberikan kepada pengampu atau
ahli waris atau bendahara yang tidak membuat perhitungan dan dalam batas
waktu 14 (empat belas) hari diberi kesempatan untuk mengajukan
keberatan.
4) Tata cara
Tuntutan Perbendaharaan Khusus yang dipertanggungawabkan terhadap ahli
waris (bagi bendahara yang meninggal dunia), keluarga terdekat (bagi
bendahara yang melarikan diri), pengampu (bagi bendahara yang di bawah
perwalian), atau bendahara yang tidak membuat perhitungan, apabila
terjadi kekurangan perbendaharaan mengikuti ketentuan-ketentuan
sebagaimana yang berlaku pada Tuntutan Perbendaharaan Biasa.
d. Pencatatan
1) Kepala daerah menerbitkan Surat Keputusan Pencatatan jika proses Tuntutan Perbendaharaan belum dapat dilaksanakan karena:
a) bendaharawan meninggal dunia tanpa ada ahli waris yang diketahui
b) ada ahli waris tetapi tidak dapat dimintakan
pertanggungjawabannya
c) bendaharawan melarikan diri dan tidak diketahui alamatnya
2) Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pencatatan, kasus yang bersangkutan dikeluarkan dari administrasi pembukuan.
3) Pencatatan yang telah dilakukan sewaktu-waktu dapat ditagih apabila :
a) yang bersangkutan diketahui alamatnya
b) ahli waris dapat dimintakan pertanggungjawabannya
c) upaya penyetoran ke kas daerah berhasil ditarik dari kas Negara
E. TUNTUTAN GANTI RUGI (TGR)
Tuntutan
Ganti Rugi adalah suatu proses tuntutan terhadap pegawai dalam
kedudukannya bukan sebagai bendahara, dengan tujuan menuntut penggantian
kerugian disebabkan oleh perbuatannya melanggar hukum dan/atau
melalaikan kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana
mestinya sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung daerah
menderita kerugian.
Yang termasuk dalam klasifikasi pegawai disini adalah :
1. Pegawai daerah
2. Pegawai negeri/pegawai daerah yang diperbantukan/ dipekerjakan
3. Pegawai perusahaan daerah
4. Pekerja daerah
5. ABRI/purnawirawan ABRI yang dikaryakan/dipekerjakan pada daerah
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan TGR ini adalah sebagai berikut :
1. Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi
Dalam hal ini dapat diselesaikan melalui 3 (tiga) cara, yaitu Upaya Damai, Tuntutan Ganti Rugi Biasa, dan Pencatatan.
a. Upaya Damai
1)
Penyelesaian kerugian daerah sedapat mungkin dilakukan dengan upaya
damai oleh pegawai/ahli waris baik dengan pembayaran sekaligus (tunai)
atau angsuran. Pelaksanaan upaya damai ini dilakukan oleh Badan Pengawas
Daerah.
2) Dalam
keadaan terpaksa yang bersangkutan dapat melakukan dengan cara angsuran
selambat-lambatnya selama 2 (dua) tahun sejak ditandatanganinya Surat
Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) dan harus disertai jaminan
barang yang nilainya cukup.
3)
Pembayaran angsuran yang dilakukan melalui pemotongan gaji/penghasilan
harus dilengkapi dengan surat kuasa pemotongan, jaminan barang beserta
surat kuasa pemilikan yang sah, dan surat kuasa untuk menjual
4)
Apabila pegawai tidak dapat melaksanakan pembayaran angsuran dalam
waktu yang ditetapkan dalam SKTJM, maka barang jaminan pembayaran
angsuran dapat dijual sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5)
Apabila terdapat kekurangan dari hasil penjualan barang jaminan seperti
yang dimaksud di atas, maka kekurangan tersebut tetap menjadi kewajiban
pegawai yang bersangkutan. Sebaliknya apabila terdapat kelebihan dari
hasil penjualan barang jaminan, maka akan dikembalikan kepada pegawai
yang bersangkutan.
6) Pelaksanaan keputusan Tuntutan Ganti Rugi (eksekusi) dilakukan oleh majelis pertimbangan.
b. Tuntutan Ganti Rugi Biasa
1)
Kerugian daerah yang dituntut dengan TGR adalah diakibatkan oleh
perbuatan melanggar hukum atau perbuatan melalaikan kewajiban atau tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya yang dipersalahkan
kepadanya, serta ada hubungannya dengan pelaksanaan fungsi ataupun
dengan status jabatannya baik langsung maupun tidak langsung.
2) TGR dilakukan
atas dasar pada kenyataan yang sebenarnya dari hasil pengumpulan
bahan-bahan bukti dan penelitian inspektorat terhadap pegawai yang
bersangkutan.
3) Semua pegawai daerah bukan bendahara atau ahli warisnya, apabila merugikan daerah wajib dikenakan TGR.
4) Pelaksanaan
TGR sebagai akibat perbuatan melanggar hukum atau melalaikan kewajiban
yang dipersalahkan kepadanya dan/atau tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana mestinya diserahkan penyelesaiannya melalui Tim Majelis
Pertimbangan.
5) Proses
Tuntutan Ganti Rugi dimulai dengan suatu pemberitahuan tertulis dari
kepala daerah kepada pegawai negeri yang bersangkutan, dengan
menyebutkan :
a. Identitas pelaku
b. Jumlah kerugian yang diderita daerah yang harus diganti
c. Sebab-sebab serta alasan penuntutan dilakukan
d.
Tenggang waktu yang diberikan untuk mengajukan pembelaan diri selama 14
(empat belas) hari, terhitung sejak diterimanya pemberitahuan oleh
pegawai yang bersangkutan.
6) Apabila
pegawai yang diharuskan mengganti kerugian dalam waktu 14 (empat belas)
hari tidak mengajukan keberatan/pembelaan diri atau atau telah
mengajukan pembelaan diri tetapi tidak dapat membebaskannya sama sekali
dari kesalahan/kelalaian, kepala daerah menetapkan Surat Keputusan
Pembebanan.
7) Berdasarkan
surat keputusan pembebanan, kepala daerah melaksanakan penagihan atas
pembayaran ganti rugi kepada yang bersangkutan.
8) Keputusan
Pembebanan Ganti Rugi tersebut pelaksanaannya dapat dilakukan dengan
cara memotong gaji dan penghasilan lainnya yang bersangkutan, memberi
izin untuk mengangsur dan melunasinya selambat-lambatnya selama 2 (dua)
tahun, dan apabila dianggap perlu dapat meminta bantuan kepada yang
berwajib untuk dilakukan penagihan dengan paksa.
9) Permohonan
banding kepada pejabat yang berwenang dapat diajukan selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari setelah diterima surat keputusan pembebanan oleh
yang bersangkutan.
10) Keputusan
tingkat banding dari pejabat yang berwenang dapat berupa memperkuat atau
membatalkan surat keputusan pembebanan, atau menambah/mengurangi
besarnya jumlah kerugian yang harus dibayar oleh yang bersangkutan.
11) Apabila permohonan banding diterima, kepala daerah menerbitkan surat keputusan tentang peninjauan kembali.
c. Pencatatan
1)
Pegawai negeri yang meninggal dunia tanpa ahli waris atau melarikan
diri tidak diketahui alamatnya, dalam pencatatan wajib dikenakan TGR
berdasarkan keputusan kepala daerah tentang pencatatan TGR setelah
mendapat pertimbangan majelis.
2) Bagi pegawai
yang melarikan diri, TGR tetap dilakukan terhadap ahli warisnya dengan
memperhatikan harta peninggalan yang dihasilkan dari
perbuatan yang menyebabkan kerugian daerah tersebut.
3) Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pencatatan, kasus yang bersangkutan dikeluarkan dari administrasi pembukuan.
4) Pencatatan yang telah dilakukan sewaktu-waktu dapat ditagih apabila yang bersangkutan diketahui alamatnya
d. Penyelesaian Kerugian Barang Daerah
1)
Pegawai yang bertanggung jawab atas terjadinya kehilangan barang daerah
(bergerak/tidak bergerak) dapat melakukan penggantian dalam bentuk uang
atau barang yang sesuai dengan cara penggantian kerugian yang telah
ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku.
2)
Penggantian kerugian dalam bentuk barang dilakukan khusus terhadap
barang bergerak berupa kendaraan bermotor roda 4 (empat) dan roda 2
(dua) yang umur pembeliannya 1 sampai 3 tahun.
3)
Penggantian kerugian dalam bentuk uang dapat dilakukan terhadap barang
tidak bergerak atau yang bergerak selain yang dimaksudkan di atas dengan
cara tunai atau angsuran selama 2 (dua) tahun.
4)
Nilai taksiran jumlah harga benda yang akan diganti rugi dalam bentuk
uang maupun barang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
F. DALUWARSA TP/TGR
1. Tuntutan Perbendaharaan (TP)
a.
TP Biasa dinyatakan daluwarsa (lewat waktu) apabila baru diketahui
setelah lewat 30 (tiga puluh) tahun sejak kekurangan kas/barang tersebut
diketahui, dalam kasus dimaksud tidak dilakukan upaya-upaya damai.
b.
TP Khusus terhadap ahli waris atau yang berhak lainnya dinyatakan
daluwarsa (lewat waktu) apabila jangka waktu 3 (tiga) tahun telah
berakhir setelah :
1) Meninggalnya bendahara tanpa adanya pemberitahuan.
2) Jangka waktu untuk mengajukan keberatan berakhir, sedangkan surat keputusan pembebanan tidak pernah ditetapkan.
2. Tuntutan Ganti Rugi Biasa
TGR
dinyatakan daluwarsa setelah lewat 5 (lima) tahun sejak akhir tahun
kerugian daerah diketahui atau setelah 8 (delapan) tahun sejak akhir
tahun dimana kerugian tersebut terjadi/perbuatan tersebut dilakukan .
Contoh :
a.
Apabila perbuatan/kelalaian dilakukan dalam tahun 1990 dan diketahui
dalam tahun 1991, maka kerugian keuangan daerah tersebut mengalami
daluwarsa 5 tahun sesudah tahun 1991 atau akhir tahun anggaran
1996/1997. Tetapi apabila baru diketahui dalam tahun 1994 maka kerugian
daerah tersebut mengalami daluwarsa 8 tahun sesudah tahun 1990 atau
akhir tahun anggaran 1998/1999 dan bukan 5 tahun sesudah tahun anggaran
1994/1995 atau akhir tahun anggaran 1999/2000. Selanjutnya apabila
kerugian daerah akibat dari perbuatan/kelalaian berturut-turut, waktu 8
tahun tersebut dimulai pada akhir tahun perbuatan/kelalaian yang
terakhir dilakukan. Dalam menentukan besarnya kerugian daerah dihitung
kerugian daerah yang terjadi 8 (delapan) tahun sebelum tahun penggantian
kerugian daerah dibebankan.
b. Apabila
perbuatan/kelalaian dilakukan berturut-turut sejak tahun 1985 sampai
dengan tahun 1995, maka kerugian daerah tersebut akan daluwarsa 8 tahun
sesudah 1995 atau tahun 2003. Apabila pembebanan ganti rugi dilakukan
dalam tahun 1998 maka jumlah ganti rugi hanya terbatas sampai jumlah
kerugian yang timbul sejak tahun 1990 saja, sedangkan kerugian tahun
1985 sampai dengan 1989 tidak diperhitungkan.
G. PENGHAPUSAN
Apabila
bendahara/pegawai ataupun ahli waris/keluarga terdekat/ pengampu yang
berdasarkan keputusan kepala daerah diwajibkan mengganti kerugian tidak
mampu membayar ganti rugi, maka yang bersangkutan harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada kepala daerah untuk penghapusan atas
kewajibannya. Berdasarkan permohonan tersebut kepala daerah
memerintahkan Majelis Pertimbangan untuk melakukan penelitian. Apabila
ternyata yang bersangkutan memang tidak mampu, maka setelah mendapatkan
persetujuan dari DPRD selanjutnya kepala daerah dengan surat keputusan
dapat menghapuskan TP/TGR baik sebagian ataupun seluruhnya.
Penghapusan yang
telah dilakukan dapat ditagih kembali apabila dikemudian hari terbukti
bahwa bendahara/pegawai/ahli waris yang bersangkutan ternyata mampu.
Surat keputusan penghapusan baru dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari menteri dalam negeri.
Berdasarkan
pertimbangan efisiensi, maka kerugian daerah yang bernilai sampai
dengan Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dapat diproses
penghapusannya bersamaan dengan penetapan peraturan daerah tentang
Perhitungan APBD tahun anggaran yang berkenaan.
H. PEMBEBASAN
Dalam
hal bendahara atau pegawai bukan bendahara meninggal dunia tanpa ahli
waris atau tidak layak untuk ditagih, yang berdasarkan surat keputusan
kepala daerah diwajibkan mengganti kerugian daerah, maka majelis
pertimbangan memohon secara tertulis kepada kepala daerah yang
bersangkutan untuk membebaskan sebagian/seluruh kewajiban yang harus
dipenuhi, dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari DPRD dan
menteri dalam negeri.
I. PENYETORAN
Penyetoran/pengembalian
secara tunai/sekaligus atau melalui angsuran atas kekurangan
perbendaharaan/kerugian daerah atau hasil penjualan barang
jaminan/kebendaan harus melalui kas daerah atau dinas/lembaga/satuan
kerja daerah yang ditunjuk oleh pemerintah daerah.
Dalam kasus kerugian
daerah dimana penyelesaiannya diserahkan melalui pengadilan, kepala
daerah berupaya agar putusan pengadilan menyatakan bahwa barang yang
dirampas diserahkan kepada daerah dan selanjutnya hasil penjualannya
disetorkan ke kas daerah.
Khusus penyetoran
kerugian daerah yang berasal dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),
setelah diterima kas daerah segera dipindahbukukan ke rekening BUMD yang
bersangkutan.
J. PELAPORAN
Bupati/walikota wajib melaporkan perkembangan pelaksanaan
penyelesaian
kerugian daerah kepada gubernur setiap semester. Selanjutnya gubernur
wajib melaporkan perkembangan pelaksanaan penyelesaian kerugian daerah
untuk tingkat provinsi/kabupaten/kota yang berada di wilayahnya setiap
semester kepada Menteri Dalam Negeri cq. Direktur Jenderal Pemerintahan
Umum dan Otonomi Daerah untuk dijadikan bahan pemantauan.
K. LAIN-LAIN
Apabila
bendahara atau pegawai bukan bendahara berdasarkan laporan dan
pemeriksaan terbukti telah merugikan daerah, maka kepala daerah dapat
melakukan hukuman disiplin berupa pembebasan yang bersangkutan dari
jabatannya dan segera menunjuk pejabat sementara untuk melakukan
kegiatannya.
Kerugian daerah yang
tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah dapat diserahkan
penyelesaiannya melalui badan peradilan dengan mengajukan gugatan
perdata. Apabila proses melalui badan peradilan ini tidak terselesaikan,
maka permasalahan ini dikembalikan kepada daerah dan penyelesaiannya
dapat dilakukan dengan cara pencatatan atau penghentian/penghapusan.
Keputusan
pengadilan untuk menghukum atau membebaskan yang bersangkutan dari
tindak pidana, tidak menggugurkan hak daerah untuk tetap melaksanakan
TP/TGR.
L. MAJELIS PERTIMBANGAN TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN TUNTUTAN GANTI RUGI KEUANGAN DAN BARANG DAERAH
Untuk
menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan penyimpangan
pengelolaan keuangan daerah maka dibentuklah Majelis Pertimbangan
Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Barang Daerah.
Majelis Pertimbangan ini pada dasarnya adalah para pejabat yang
ex-officio ditunjuk dan ditetapkan oleh kepala daerah yang bertugas
membantu kepala daerah dalam penyelesaian kerugian daerah.
Adapun susunan Majelis Pertimbangan adalah sebagai berikut
Tingkat Kabupaten/Kota
Ketua : Sekretaris Daerah
Wakil Ketua I : Kepala Inspektorat Kabupaten/Kota
Wakil Ketua II : Asisten Sekwilda Bidang Keuangan, Barang dan Kepegawaian
Sekretaris : Kepala Dinas PPKAD
Anggota : a. Kepala Bagian Hukum
b. Kepala BKD
c. Pejabat terkait
Kepengurusan Majelis TP/TGR berjumlah Gasal.
Tugas pokok dari Majelis Pertimbangan yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan, menatausahakan, menganalisis dan mengevaluasi kasus TP/TGR yang diterima.
2. Memproses dan melaksanakan eksekusi TP/TGR.
3.
Memberikan pendapat, saran dan pertimbangan kepada kepala daerah pada
setiap kasus yang menyangkut TP/TGR termasuk pembebanan, banding,
pencatatan, pembebasan, penghapusan, hukuman disiplin, penyerahan
melalui Badan Peradilan. Penyelesaian kerugian daerah apabila terjadi
hambatan dan penagihan melalui instansi terkait.
4.
Menyiapkan laporan kepala daerah mengenai perkembangan penyelesaian
kasus kerugian daerah secara periodik kepada Menteri Dalam Negeri cq.
Direktur Jenderal PUOD, tembusan kepada BPK, Sekretariat Jenderal dan
Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri.
M. TEKNIS DAN
PROSEDUR PENYELESAIAN TP/TGR MELALUI MAJELIS PERTIMBANGAN TP/TGR
KEUANGAN DAN BARANG DAERAH (MISALNYA UNTUK TINGKAT PROVINSI)
1.
Laporan kasus kerugian daerah dilaporkan oleh kepala unit/satuan kerja
yang bersangkutan kepada majelis melalui kepala sekretariat.
2. Anggota Sekretariat Majelis melakukan :
a. Penelitian kelengkapan berkas laporan dan pencatatan serta penomoran berkas laporan oleh staf administrasi.
b. Pembahasan laporan oleh tim pembahas yang dipimpin oleh ketua tim pembahas yang ditunjuk oleh kepala sekretariat.
3. Kepala sekretariat menyampaikan laporan kepada sekretaris majelis.
4.
Sekretaris majelis meneliti/menganalisis berkas laporan hasil
pembahasan sekretariat majelis dan selanjutnya menyampaikan berkas
laporan kepada majelis.
5.
Majelis melaksanakan pemeriksaan berkas perkara dan pengambilan
keputusan dalam proses Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi
yang dipimpin oleh Ketua Majelis :
a. Keputusan majelis ditandatangani oleh ketua, wakil ketua , sekretaris dan seluruh anggota majelis.
b.
Keputusan majelis disertai konsep surat keputusan gubernur kepala
daerah disampaikan oleh majelis kepada gubernur kepala daerah.
6.
Gubernur/kepala daerah menganalisis keputusan majelis dan
menandatangani surat keputusan untuk selanjutnya diserahkan kepada
majelis.
7.
Majelis menyampaikan surat keputusan gubernur/kepala daerah kepada
bendahara/pegawai yang bersangkutan melalui kepala sekretariat.
8.
Kepala sekretariat menyampaikan (setelah terlebih dahulu dicatat dalam
(buku register) surat keputusan gubernur/kepala daerah kepada
bendahara/pegawai yang bersangkutan melalui kepala unit/satuan kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar