Pengelolaan keuangan Daerah
memasuki babak baru pada tahun 2003 dengan diundangkannya UU No. 17 tentang
Keuangan Negara. Paket payung hukum reformasi keuangan Daerah semakin lengkap
setelah UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Daerah dan UU No. 15 Tahun
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Daerah
disahkan DPR. Reformasi pengelolaan keuangan Daerah ini sesungguhnya memiliki
dimensi yang begitu luas. Di antara dimensi strategis yang menjadi karakter reformasi
tersebut adalah bagaimana pengelolaan keuangan Daerah ini ditatausahakan dan
dipertanggungjawabkan. Di dalam ketentuan-ketentuan tersebut diatur bahwa
pemerintah diwajibkan menyusun laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Daerah
kepada DPRD setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Oleh karena
itulah, dibutuhkan sebuah standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang akan
menjadi acuan, baik bagi pemerintah selaku penyelenggara keuangan Daerah maupun
BPK selaku lembaga yang memiliki kewenangan memeriksa penyelenggaraan tersebut.
Kebutuhan itu terjawab setelah pemerintah menetapkan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan pemerintah nomor 71 tahun 2010
tentang Standar Akuntansi pemerintahan.
Pada sisi yang lain,
kegiatan penilaian Barang Milik Daerah turut menentukan bahkan menjadi salah satu prioritas dalam reformasi keuangan Daerah.
Namun Demikian dalam perjalanan pengelolaan Barang Milik Daerah Pemerintah
daerah sendiri tidak memiliki tenaga/SDM yang mempunyai keahlian dalam
melakukan penilaian terhadap pengelolaan Barang
Milik Daerah.
Salah satu sisi penting
penilaian Khusus untuk Barang Milik Negara telah diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 2 tahun 2008 tentang Penilaian BMN, adalah bahwa penilaian
berfungsi untuk membantu penyajian neraca pemerintah pusat. Di sinilah kita
mendapati keterkaitan erat antara penilaian dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan. Mencermati SAP, akan diperoleh gambaran tentang di mana
saja peran penilaian ini dibutuhkan. Bagaimana dengan Pemerintah Daerah, tidak
memiliki tenaga ahli penilai dan/atau aturan tentang penilaian sehingga harus
mengantungkan diri dengan Penilai Independen
dampaknya adalah menguras APBD untuk membiayai tenaga ahli dimaksud. Sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
1.
Penilaian Persediaan.
Persediaan adalah aset
lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung
kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk
dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Menurut
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 05, ada 3 cara
pengukuran terhadap akun ini, yaitu berdasarkan harga perolehan (apabila
diperoleh dengan pembelian), biaya standar (diproduksi sendiri), dan nilai
wajar (diperoleh dengan cara lainnya seperti hibah atau rampasan). Dengan
demikian, penilaian terhadap persediaan dibutuhkan manakala persediaan tersebut
diperoleh pemerintah tidak melalui pembelian atau memproduksi sendiri, dalam
rangka mendapatkan nilai wajarnya (fair
value). Termasuk di dalamnya adalah apabila persediaan itu ada
karena dikembangbiakkan seperti hewan dan tanaman.
2.
Penilaian Investasi.
Investasi adalah aset
yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomik seperti bunga, dividen dan
royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah
dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Menurut PSAP Nomor 06, investasi
pemerintah terbagi menjadi investasi jangka pendek dan investasi jangka
panjang. Investasi jangka panjang sendiri terdiri dari investasi
non permanen dan investasi permanen. Bentuk investasi dapat bervariasi, seperti
investasi dalam saham, obligasi, dan deposito. Sebagaimana aset lainnya,
investasi akan diukur sesuai dengan harga perolehannya. Dalam hal merupakan
investasi jangka pendek non-saham (misalnya deposito), investasi tersebut diukur
berdasarkan nilai nominalnya. Namun demikian, penilaian terhadap akun ini
diperlukan dalam beberapa kondisi, yaitu apabila investasi diperoleh tanpa
nilai perolehan atau ketika investasi tersebut tidak mempunyai pasar aktif yang
dapat membentuk nilai pasarnya. Dalam keadaan yang terakhir ini, selain
menggunakan nilai wajar, pengukuran investasi dapat juga menggunakan nilai
nominal atau nilai tercatat (book value).
3.
Penilaian Aset Tetap
Aset tetap adalah aset berwujud yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan
pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap ini menurut PSAP
Nomor 07, terdiri atas tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan,
irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam pengerjaan
(KDP). Dalam pengukurannya, prinsip dasar yang dipakai adalah bahwa aset tetap
dinilai dengan biaya perolehannya. Namun, apabila ketentuan ini tidak dapat
diberlakukan, nilai aset tetap akan didasarkan pada nilai wajar saat perolehan.
Dalam hal terakhir inilah, penilaian terhadap jenis aset ini menjadi relevan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar