Kamis, 25 Oktober 2012

SULITNYA MENGELOLA KEKAYAAN DAERAH

Kalau kita diberi uang oleh orang tua atau mertua untuk membeli barang, tentu akan ditanya untuk beli apa. Biasanya akan terjadi diskusi mengenai perlu tidaknya barang tersebut dibeli. Nah, setelah setuju barang tersebut dibeli, persoalan selanjutnya adalah berapa dan dimana akan dibeli. Demikian juga setelah barang dibeli tentu akan dimintakan pertanggungjawabannya. Proses yang sama juga dilakukan dalam pengadaan barang pemerintah. Bahkan lebih rumit dan panjang birokrasinya. Setelah barang tersebut dibeli berarti pula akan menambah jumlah kekayaan Daerah. Selanjutnya adalah mengelola barang tersebut sebagai barang milik Daerah.

Barang milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD, APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Lingkup pengelolaan barang milik Daerah meliputi: perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan (pengamanan), penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, dan pengawasan.

Setiap tahap pengelolaan mempunyai aturan tersendiri yang harus dipatuhi. Demikian juga akan banyak bersinggungan dengan aturan lain berkaitan dengan pengelolaan barang milik Daerah. Sebagai contoh pada saat pengadaan barang akan menggunakan aturan pengadaan barang/jasa pemerintah yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Kepemilikan barang ini juga akan berkaitan dengan legalitas yang menunjukan bukti-bukti sah atas kepemilikan barang tersebut. Belum lagi untuk mengetahui nilai kekayaan Daerah tentu diperlukan kompetensi akuntansi untuk melakukan apraisal baik nilai buku ataupun nilai pasar sekarang.

Pengelolaan kekayaan Daerah merupakan pekerjaan besar. Melibatkan banyak disiplin ilmu seperti ahli pengadaan barang/jasa (procurement analyst), hukum, akuntasi, dan appraisal (penilai). Pantaslah kalau Unit Kerja yang bertanggungjawab atas pengelolaan Kekayaan Daerah harus didukung oleh sumber daya manusia yang punya kompetensi baik. Apalagi untuk mengelola kekayaan Daerah dalam bentuk penyertaan modal Daerah (PMD) di beberapa BUMD atau bahkan di perusahaan swasta.

Untuk mengetahui betapa panjang siklus pengelolaan kekayaan Daerah, berikut adalah gambaranya. Pertama yang harus dilakukan oleh pengguna barang adalah melakukan perencanaan kebutuhan disusun dalam Rencana Kebutuhan Barang Umit (RKBU) yang pada gilirannya disinkronkan dengan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) dengan memperhatikan ketersediaan barang milik Daerah yang sudah ada. Perencanaan ini harus berpedoman pada standardisasi Harga Satuan  dan standardisasi sarana dan prasarana Pemerintah Daerah.

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, pengadaan barang berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, terbuka, dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Disinilah peran ahli pengadaan dibutuhkan sehingga tidak merugikan pemerintah sekaligus mampu menumbuhkan dunia usaha. Saat ini pengadaan (procurment) belum dianggap sebagai disiplin ilmu tersendiri, meskipun didaerah maju sudah menjadi profesi tersendiri. Kedepan dengan semakin kompleks dan tuntutan untuk membuka pasar lebih besar peran ahli pengadaan sangat dibutuhkan.

Setelah barang dibeli melalui pengadaan, langkah selanjutnya adalah penggunaan. Berdasarkan ketentuan Pengelolaan Barang milik Daerah, status penggunaan barang milik Daerah ditetapkan oleh pengelola barang. Penetapan status ini dengan memperhatikan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan dan penyelenggaraan pemerintahan Daerah.

Selain penggunaan ada lagi istilah pemanfaatan yaitu lebih kepada pemanfaatan diluar tugas pokok dari penggguna barang. Pemanfaatan barang milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan setelah pengguna barang mendapatkan izin pemanfaatan dari pengelola barang. Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik Daerah dapat berupa: sewa, kerja sama dengan pihak lain, dan bangun guna serah (built, operate, and transfer/BOT). Berdasarkan ketentuan pengelolaan barang milik Daerah, boleh disewakan kepada pihak lain sepanjang menguntungkan. Jangka waktu penyewaan paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang. Sedangkan hasil penyewaan merupakan penerimaan Daerah dan seluruhnya harus disetorkan ke kas Daerah.

Sering diberitakan oleh media masa barang milik Daerah digugat oleh pihak ketiga. Ketika maju ke pengadilan pemerintah kalah sehingga disita. Hal ini terjadi karena kurangnya bukti-bukti kepemilikan berupa sertifikat. Untuk itu dalam ketentuan pengelolaan barang milik Daerah mengatur tentang pengamanan berupa administrasi, hukum, dan fisik. Langkah ini dimaksudkan sebagai tindakan preventif agar barang milik Daerah tidak berpindah tangan ke pihak lain yang tidak berhak.

Dalam rangka menyusun neraca pemerintah Daerah perlu diketahui berapa jumlah aset Daerah sekaligus nilai dari aset tersebut. Untuk nilainya maka barang milik Daerah secara periodik harus dilakukan penilaian baik oleh pengelola barang ataupun melibatkan penilai independen. Sehingga dapat diketahui nilai barang milik Daerah secara tepat. Untuk penilaian berupa tanah dan /atau bangunan menggunakan patokan nilai jual obyek pajak, harga pasar dan/atau harga yang wajar.

Setiap barang mempunyai umur pakai. Biasanya setelah melewati masa pakai akan dilakukan penghapusan. Sebelum dilakukan penghapusan barang bergerak ada beberapa pertimbangan atau alasan-alasan yaitu: pertimbangan teknis seperti rusak, pertimbangan ekonomis seperti surplus/berlebih, dan karena hilang/kekurangan perbendaharaan/kerugian yang disebabkan kelalaian atau force majeure. Sedangkan penghapusan barang tidak bergerak milik Pemerintah Daerah pertimbangannya adalah: rusak berat, terkena planolgi kota, kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas, penyatuan lokasi.

Ada beberapa bentuk-bentuk penghapusan yaitu penghapusan secara periodik karena penyusutan yang dilakukan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Penghapusan barang untuk menghapuskan dari daftar inventaris yang akan ditindak lanjuti dengan pemusnahan barang. Dan hal sama juga bisa ditindaklanjuti dengan pemindahtanganan seperti penjualan, tukar menukar, hibah, dan dijadikan penyertaan modal Daerah.

Untuk pemindahantanganan atas tanah/bangunan dilakukan atas persetujuan DPR, kecuali tanah/bangunan yang terletak dilokasi yang tidak sesuai lagi dengan tata ruang wilayah dan penataan kota. Tanah/bangunan diperuntukan bagi pegawai negeri atau untuk kepentingan umum. Untuk bangunan yang akan dibongkar/diganti dan anggaran untuk penggantiannya telah tersedia, sehingga harus dihapuskan dan untuk fasilitas pemerintah.

Untuk tertib administrasi, pengguna barang wajib melakukan pendaftaran dan pencatatan/inventarisasi barang milik Daerah dalam daftar inventaris barang menurut penggolongan barang dan kodefikasi barang yang ditentukan oleh pengelola barang. Kegiatan ini disebut sebagai penatausahaan yaitu rangkaian kegiatan yang meliputi pencatatan, pendaftaran, pembukuan, dan pelaporan barang milik Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sebagai langkah akhir dari pengelolaan barang milik Daerah adalah berupa pengawasan/pengendalian. Sehingga barang milik Daerah tetap aman dan dapat digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan Daerah dan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar