Barang milik Daerah
adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD, APBN atau
berasal dari perolehan lainnya yang sah. Lingkup pengelolaan barang milik Daerah
meliputi: perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan
(pengamanan), penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, dan
pengawasan.
Setiap tahap
pengelolaan mempunyai aturan tersendiri yang harus dipatuhi. Demikian
juga akan banyak bersinggungan dengan aturan lain berkaitan dengan pengelolaan
barang milik Daerah. Sebagai contoh pada saat pengadaan barang akan menggunakan
aturan pengadaan barang/jasa pemerintah yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010. Kepemilikan barang ini juga akan berkaitan dengan legalitas yang
menunjukan bukti-bukti sah atas kepemilikan barang tersebut. Belum lagi untuk
mengetahui nilai kekayaan Daerah tentu diperlukan kompetensi akuntansi untuk
melakukan apraisal baik nilai buku ataupun nilai pasar sekarang.
Pengelolaan
kekayaan Daerah merupakan pekerjaan besar. Melibatkan banyak disiplin ilmu
seperti ahli pengadaan barang/jasa (procurement analyst), hukum, akuntasi, dan
appraisal (penilai). Pantaslah kalau Unit Kerja yang bertanggungjawab atas
pengelolaan Kekayaan Daerah harus didukung oleh sumber daya manusia yang punya
kompetensi baik. Apalagi untuk mengelola kekayaan Daerah dalam bentuk
penyertaan modal Daerah (PMD) di beberapa BUMD atau bahkan di perusahaan
swasta.
Untuk
mengetahui betapa panjang siklus pengelolaan kekayaan Daerah, berikut adalah
gambaranya. Pertama yang harus dilakukan oleh pengguna barang adalah melakukan
perencanaan kebutuhan disusun dalam Rencana Kebutuhan Barang Umit (RKBU) yang
pada gilirannya disinkronkan dengan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah (RKA-SKPD) dengan memperhatikan ketersediaan barang milik Daerah
yang sudah ada. Perencanaan ini harus berpedoman pada standardisasi Harga
Satuan dan standardisasi sarana dan prasarana
Pemerintah Daerah.
Sesuai
dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa
pemerintah, pengadaan barang berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif,
terbuka, dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Disinilah peran ahli
pengadaan dibutuhkan sehingga tidak merugikan pemerintah sekaligus mampu
menumbuhkan dunia usaha. Saat ini pengadaan (procurment) belum dianggap sebagai
disiplin ilmu tersendiri, meskipun didaerah maju sudah menjadi profesi
tersendiri. Kedepan dengan semakin kompleks dan tuntutan untuk membuka pasar
lebih besar peran ahli pengadaan sangat dibutuhkan.
Setelah barang dibeli
melalui pengadaan, langkah selanjutnya adalah penggunaan. Berdasarkan ketentuan
Pengelolaan Barang milik Daerah, status penggunaan barang milik Daerah
ditetapkan oleh pengelola barang. Penetapan status ini dengan memperhatikan
tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan dan penyelenggaraan
pemerintahan Daerah.
Selain penggunaan ada
lagi istilah pemanfaatan yaitu lebih kepada pemanfaatan diluar tugas pokok dari
penggguna barang. Pemanfaatan barang milik Daerah selain tanah
dan/atau bangunan dilaksanakan setelah pengguna barang mendapatkan izin
pemanfaatan dari pengelola barang. Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik Daerah
dapat berupa: sewa, kerja sama dengan pihak lain, dan bangun guna serah (built,
operate, and transfer/BOT). Berdasarkan ketentuan pengelolaan barang milik Daerah,
boleh disewakan kepada pihak lain sepanjang menguntungkan. Jangka waktu
penyewaan paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang. Sedangkan hasil
penyewaan merupakan penerimaan Daerah dan seluruhnya harus disetorkan ke kas Daerah.
Sering
diberitakan oleh media masa barang milik Daerah digugat oleh pihak ketiga. Ketika maju ke
pengadilan pemerintah kalah sehingga disita. Hal ini terjadi karena kurangnya
bukti-bukti kepemilikan berupa sertifikat. Untuk itu dalam ketentuan pengelolaan
barang milik Daerah mengatur tentang pengamanan berupa administrasi, hukum, dan
fisik. Langkah ini dimaksudkan sebagai tindakan preventif agar barang milik Daerah
tidak berpindah tangan ke pihak lain yang tidak berhak.
Dalam rangka menyusun
neraca pemerintah Daerah perlu diketahui berapa jumlah aset Daerah sekaligus
nilai dari aset tersebut. Untuk nilainya maka barang milik Daerah secara
periodik harus dilakukan penilaian baik oleh pengelola barang ataupun
melibatkan penilai independen. Sehingga dapat diketahui nilai barang milik Daerah
secara tepat. Untuk penilaian berupa tanah dan /atau bangunan menggunakan
patokan nilai jual obyek pajak, harga pasar dan/atau harga yang wajar.
Setiap barang mempunyai
umur pakai. Biasanya setelah melewati masa pakai akan dilakukan
penghapusan. Sebelum dilakukan penghapusan barang bergerak ada beberapa
pertimbangan atau alasan-alasan yaitu: pertimbangan teknis seperti rusak,
pertimbangan ekonomis seperti surplus/berlebih, dan karena hilang/kekurangan
perbendaharaan/kerugian yang disebabkan kelalaian atau force majeure. Sedangkan
penghapusan barang tidak bergerak milik Pemerintah Daerah pertimbangannya
adalah: rusak berat, terkena planolgi kota, kebutuhan organisasi karena
perkembangan tugas, penyatuan lokasi.
Ada
beberapa bentuk-bentuk penghapusan yaitu penghapusan secara periodik karena
penyusutan yang dilakukan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Penghapusan
barang untuk menghapuskan dari daftar inventaris yang akan ditindak lanjuti
dengan pemusnahan barang. Dan hal sama juga bisa ditindaklanjuti dengan
pemindahtanganan seperti penjualan, tukar menukar, hibah, dan dijadikan
penyertaan modal Daerah.
Untuk
pemindahantanganan atas tanah/bangunan dilakukan atas persetujuan DPR, kecuali
tanah/bangunan yang terletak dilokasi yang tidak sesuai lagi dengan tata ruang
wilayah dan penataan kota. Tanah/bangunan diperuntukan bagi pegawai negeri atau
untuk kepentingan umum. Untuk bangunan yang akan dibongkar/diganti dan anggaran
untuk penggantiannya telah tersedia, sehingga harus dihapuskan dan untuk
fasilitas pemerintah.
Untuk
tertib administrasi, pengguna barang wajib melakukan pendaftaran dan
pencatatan/inventarisasi barang milik Daerah dalam daftar inventaris barang
menurut penggolongan barang dan kodefikasi barang yang ditentukan oleh
pengelola barang. Kegiatan ini disebut sebagai penatausahaan yaitu rangkaian
kegiatan yang meliputi pencatatan, pendaftaran, pembukuan, dan pelaporan barang
milik Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebagai
langkah akhir dari pengelolaan barang milik Daerah adalah berupa
pengawasan/pengendalian. Sehingga barang milik Daerah tetap aman dan dapat
digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan Daerah dan
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar